Sabtu, 17 Mei 2014

CITA NEGARA (Staatsidee) dalam UUD 1945



BAB I
CITA NEGARA (Staatsidee) dalam UUD 1945
A.  Pengertian Cita Negara (Staatside)
Kata cita negara ialah terjemahan kata staatsidee. Kata ini menjadi populer antara lain karena disinggung dalam pidato Soepomo pada Rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 31 Mei 1945. Ia menerjemahkan dengan “dasar pengertian negara” sebagaimana dikemukakan dalam bagian pidatonya yang berbunyi: “Oleh karena segala pembentukan susunan negara itu tergantung daripada dasar pengertian negara (staatsidee) tadi”. Menurut Oppenheim menguraikan mengenai cita negara yaitu hakikat yang paling dalam dari negara (de staats diespste vormende kracht), dimana cita negara merupakan suatu prinsip konstitusional yang berdiri bahwa kepentingan umum akan selalu mendahului kepentingan individu dan kelompok.

B.  Macam-macam Cita Negara
Menurut Aschaper , merinci cita negara menjadi delapan macam yaitu:
a.    Negara kekuasaan (Machttstaat) dengan tokoh utamanya Niccolo Machiavelli;
b.    Negara berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dengan tokoh utamanya John Locke;
c.    Negara kerakyatan (Volkstaat) dengan tokoh utamanya Jean Jecques Rousseau;
d.   Negara kelas (Klassestaat) dengan tokoh uatamanya Karl Marx;
e.    Negara liberal (Liberale staat) dengan tokoh utamanya John Stuart Mill;
f.     Negara totaliter kanan (Totalitaire staat an rechts) dengan tokoh utamnaya Hitler dan Mussollini;
g.    Negara Totaliter kiri (Totalitaire staat van links) dengan tokoh utamanya Marx, Engeks, dan Lenin;
h.    Negara kemakmuran (Wevaarstaat) dengan tokoh utamanya para pemimpin negara yang bangkit dari perang dunia II.

C.  Pembahasan Cita Negara di BPUPKI
Upaya perumusan cita kenegaraan dalam UUD 1945 berkembang pemikiran di antara para anggota BPUKI dan PPKI bahwa cita kenegaraan yang hendak dibangun secara khas dalam arti tidak meniru paham individualisme-liberalisme yang justru telah melahirkan kolonialisme dan imperialisme yang harus ditentang, ataupun paham kolektivisme ekstrem seperti yang diperlihatkan dalam praktik di lingkungan negara-negara sosialis-komunis. Cita negara yang diusulkan Soepomo yakni “Cita negara integralistik” yang disebut Cita negara kekeluargaan” atau kemudian lebih dikenal dengan “Cita negara Kesatuan.” Sedangkan Sukarno mengusulkan dengan nama “Pantja Sila” dalam pidato  yang sangat terkenal. Hatta justru berbeda pendapat dengan Sukarno dan Soepomo, Hata mengusulkan dasar negara dengan paham kolektivisme sebagai interaksi sosial dan proses produksi di pedesaan Indonesia.

D.  Kritik Terhadap Gagasan “Staatsidee Integralistik” Soepomo
Menurut pendapat Logemann mengemukakan bahwa cita negara yang dikemukakan Soepomo, pada hakikatnya tidak lain daripada cita negara organik, dengan gagasan sebagai organisasi dari suatu organisme. Logemman mengganggap gagasan-gagasan Soepomo yang tercantum dalam pidatonya pada tanggal 31 Mei 1945 yang tidak menyinggung tentang kedaulatan rakyat adalah sesuatu yang utopis. Selain Logemann, kritik-kritik juga muncul dari Ismail Suny, Marsilam Simanjutak, Adnan Puyung Nasution, dan lain-lain.



BAB II
Cita Hukum Pancasila, dan Penjelasan UUD 1945

A.   Cita Hukum (Rechtsidee) Pancasila
Dalam upaya memahami tentang Rechsidee atau cita hukum, Koesnoe menyataan bahwa cita hukum itu merupakan nilai hukum yang telah diramu dalam kesatuan dengan nilai-nilai lainya yang berasal dari kategori nilai-nilai nlai lainya, yang menunjukan pula sejauh mana fenomena kekuasaan terintegrasi padanya. Cita hukum itu terbentuk dalam pikiran dan sanubari manusia sebagai produk berpadunya pandangan hidup, keyakinan, keagamaan, dan kenyataan kemasyarakatan yang diproyeksikan pada proses pengkaidahan perilaku serta masyarakat yang mewujudkan tiga unsur: keadilan, kehasilgunaan (doelmatigheid), dan kepastian hukum. Cita hukum bangsa Indonesia berakar dari Pancasila yang oleh Bapak Pendiri Negara Republik Indonesia ditetapkan sebagai landasan kefilsafatan dalam menata kerangka dan struktur organisasi negara sebagaimana yang dirumuskan dalam UUD 1945.
B.   Pembukaan UUD 1945
            Menurut Notonagoro pada Seminar Pancasila tahun 1955, “ Pembukaan UUD 1945 itu merupakan pokok kaidah fundamental Negara Republik Indonesia dan mempunyai kedudukan tetap terlekat kepada kelangsungan Negara Republik Indonesia atas Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, tidak dapat diubah dengan jalan hukum”.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945 sangat terkait dengan masalah politik. Masalah dapat diubah atau tidak dapat diubahnya pembukaan tidak dapat diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lain, termasuk ketetapan MPR. Jadi dengan kata lain harus diatur dalam UUD.
C. Pokok-pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945
          Pembukaan UUD 1945 merupakan  satu rangkaian kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Di dalam Penjelasan UUD 1945 dapat diketahui bahwa pembukaan UUD 1945 mengandung empat pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinnan dari UUD negara Republik Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini merupakan cita-cita hukum bangsa Indonesia yang mendasari hukum dasar negara, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Pokok-pokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Negara Persatuan
2.      Keadilan Sosial
3.      Negara yang Berkedaulatan Rakyat
4.      Negara berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa
Dari keempat pokok pikiran tersebut bahwa pembukaan UUD 1945 itu mengandung pandangan hidup bangsa Indonesia Pancasila, dan selain itu juga keempat alinea dalam pembukaan UUD 1945 mengandung pula cita-cita luhur dan filosofis yang harus menjiwai keseluruhan sistem berpikir materi Undang-undang dasar.
D. Kaitan antara Pembukaan dengan Batang Tubuh (Pasal-pasal)
          Pada umumnya isi suatu undang-undang dasar berkenaan dengan alasan, maksud, dan tujuan berdirinya suatu negara. Pembukaan UUD 1945 sarat dan gagasan vital-filsafati yang mengandung muatan nilai-nilai etis dan moral, nilai-nilai politis-ideologis, dan nilai-nilai yuridis yang merupakan satu kesatuan integral-integratif, yang seharusnya dijadikan paradigma imperatif dan bukan lagi sebagai alternatif didalam kita melakukan pengkajian pasal-pasal UUD 1945. Kaitan mengenai pembukaan dengan batang tubuh UUD 1945, dapat diketahui dari penjelasan remi UUD 1945 yang berbunyi:
“Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-undang dasar Negara Indonesia. Pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (rechtsidee) yang menguasai Hukum Dasar Negara, baik hukum yang tertulis (UUD) maupun hukum yang tidak tertulis UUD menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasalnya.”
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa batang tubuh UUD 1945 yang terdiri dari pasal-pasal merupakan perwujudan, perincian poko-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaanya.

E. Penjelasan UUD 1945
Mengenai masalah penjelasan UUD 1945, terdapat dua pendapat yang berkembang. Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa UUD 1945 hanya terdiri dari pembukaan dan batang tubuh saja, sedangkan penjelasan UUD 1945 bukanlah merupakan bagian resmi dari UUD 1945. Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa UUD 1945 terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan penjelasan (Penjelasan UUD 1945 merupakan bagian resmi dan tidak terpisahkan dari UUD 1945). Persoalan menganai penyusun Penjelasan UUD 1945, beberapa ahli menyebutkan bahwa penjelasan itu adalah hasil karya Soepomo. Dari penjelasan UUD 1945 , secara substantif isi penjelasan UUD 1945 ada kandungan pengertian yang berbeda dari apa yang dirumuskan dalam teks UUD 1945 (batang tubuh), sebagai berikut:
1.    Tentang Pokok pikiran dalam Pembukaan
2.    Tentang Presiden diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
3.    Tentang Pranata Mandataris
4.    Pelembagaan mandataris menimbulkan berbagai implikasi yang dapat bertentangan dengan UUD 1945
5.    Tentang “Presiden bertunduk dan bertanggung jawab kepada MPR”
6.    Tentang Hubungan MPR dan Kedaulatan
7.    Tentang Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
8.    Tentang Penjelasan Pasal 18
9.    Tentang Penjelasan yang bersifat normatif


KESIMPULAN
Dari apa yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan mengenai cita negara yaitu hakikat yang paling dalam dari negara (de staats diespste vormende kracht), dimana cita negara merupakan suatu prinsip konstitusional yang berdiri bahwa kepentingan umum mengenai  macam-macam cita negara disimpulkan menjadi delapan macam. Mengenai pembahasan cita Negara di BPUPKI  pendapat Soepomo dan Soekarno, Hataa pada dasarnya mempunyai kemiripan dalam saran-saranya tetapi mendasarkan posisi mereka pada tradisi intelektual yang berbeda.
Pancasila dan pembukaan UUD 1945 dianggap sebagai norma dasar, sebagai sumber hukum positif. Rumusan hukum dasar dalam pasal-pasal yang terdapat pada badan (batang tubuh) UUD 1945 adalah pancaran dari norma yang ada dalam pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. Pembukaan UUD 1945 itu merupakan pokok kaidah fundamental Negara Republik Indonesia dan mempunyai kedudukan tetap terlekat kepada kelangsungan Negara Republik Indonesia atas Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Pokok-pokok pikiran yang terdapat pada pembukaan UUD 1945 tersebut adalah sebagai berikut.
1.    Negara Persatuan
2.    Keadilan Sosial
3.    Negara yang Berkedaulatan Rakyat
4.    Negara berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam kenyataanya antara Pembukaan UUD 1945 dengan bebrapa pasalnya Masih banyaknya , maka harus dilakukanya perubahan terhadap isi UUD 1945.

DAFTAR PUSTAKA

Huda, Ni’matul. 2008. UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang. Jakarta: Rajawali Pers

0 komentar:

By :
Free Blog Templates