Sejak isu reformasi pendidikan digulirkan, maka banyak bermunculan
gagasan-gagasan pembaharuan pendidikan. Reformasi sebagai sebuah gerakan yang
memiliki perspektif sejarah politik monumental, karena era reformasi menjadi
era pemerintahan substitusi pemerintahan orde baru. Tentunya gagasan reformasi
pendidikan ini memiliki momentum yang amat mendasar dan berbeda dengan gagasan
yang sama pada era sebelumnya. Salah satu gagasan yang muncul adalah lahirnya
UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah yang meletakkan sektor pendidikan
sebagai salah satu sektor pembangunan yang berbasis kedaerahan lainnya dan UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai pengganti UU No.
2 tahun 1989 .Kedua
undang-undang tersebut membawa perspektif baru yang amat revolusioner dalam
konteks perbaikan sektor pendidikan, yang mendorong pendidikan sebagai urusan
publik dan urusan masyarakat baik dalam kebijakan kurikulum, manajemen maupun
berbagai kebijakan pengembangan institusi pendidikan itu sendiri.
Arah reformasi dalam mewujudkan pengembangan pendidikan terkait dengan
kebijakan kurikulum adalah ikut diperbaharuinya kurikulum yang ada sebelumnya
dari kurikulum 1994 diperbaharui menjadi kurikulum 2004 atau KBK (Kurikulum Berbasis
Kompetensi). Selang dua tahun kemudian KBK pun telah mengalami pembaharuan
kembali menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) atau kurikulum 2006.
Dari perubahan yang terjadi, menurut Ki Supriyoko, mengatakan bahwa ganti
kurikulum sebagai problem baru pendidikan. Semisal berkaitan dengan waktu,
penggantian kurikulum di Indonesia terdapat semacam konvensi bahwa penggantian
kurikulum biasanya dilakukan sekitar sepuluh tahun dari masa berlakunya,
kurikulum 1975 usianya sembilan tahun ketika diganti dengan kurikulum 1984.
Kurikulum 1984 usianya sepuluh tahun ketika diganti dengan kurikulum 1994 dan
kurikulum 1994 usianya sepuluh tahun ketika diganti dengan KBK atau kurikulum
2004. Namun, menimbulkan suatu pertanyaan, ketika KBK diganti KTSP. KBK yang
seharusnya diganti sekitar tahun 2014, tetapi dalam jangka waktu dua tahun
sudah berganti dengan KTSP. Oleh karena
itu, problem pendidikan di Indonesia masih cukup kompleks. Di mana hal itu
membutuhkan pemecahan yang serius dan kontinyu. Sehingga outcome
pendidikan tersebut berkwalitas dan mampu menghadapi berbagai tantangan zaman
yang global serta tidak lepas dari nilai-nilai etika-moral yang ada. Dengan
kata lain, tercipta insan seutuhnya. Dengan demikian, penulis mencoba untuk
menggali problem yang terdapat dalam dunia pendidikan, khususnya kurikulum.
Apalagi, kurikulum merupakan salah satu bagian penting terjadinya suatu proses
pendidikan. Karena suatu pendidikan tanpa adanya kurikulum akan kelihatan
amburadul dan tidak teratur. Hal ini akan menimbulkan perubahan dalam
perkembangan kurikulum, khususnya di Indonesia, apakah perubahan atau
pembaharuan itu didasarkan atas perkembangan atau kebijakan dari pemerintah?
Maka itu perlu sumbangsih dari para calon pakar pendidikan, khususnya para
mahasiswa Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya konsentrasi Pendidikan Islam.
Kurikulum:
sebuah makna
Kurikulum yang berasal dari kata curriculum yang berarti lintasan
untuk balap kereta kuda yang biasa dilakukan oleh bangsa Romawi pada zaman
kaisar Gaius Julius Caesar di abad pertama tahun masehi. Namun, istilah
tersebut digunakan untuk menggambarkan suatu konsep yang abstrak. Sehingga kemudian melahirkan banyak pengertian tentang kurikulum,
diantaranya:
1.
Schubert berpendapat sederhana bahwa kurikulum sebagai mata pelajaran,
muatan hasil belajar, adanya unsur reproduksi kebudayaan dan pembangunan
sosial, serta pentingnya kecakapan hidup.
2.
Kurikulum merupakan seperangkat rancangan nilai, pengetahuan dan
ketrampilan yang harus ditransfer kepada peserta didik dan bagaimana proses
transfer tersebut harus dilaksanakan.
3.
Kurikulum sebagai sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai
tujuan pendidikan.
4.
Kurikulum merupakan suatu cara untu mempersiapkan anak agar berpartisipasi
sebagai anggota yang produktif dalam masyarakatnya
Beragam pengertian tersebut selalu akan menampilkan hal-hal yang berbeda,
bahkan sering pula bertentangan. Namun, pada dasarnya sama sebagai bentuk upaya
untuk memberikan atau menggali pengetahuan, pengalaman yang ada dalam diri
masing-masing peserta didik agar mampu menghadapi masa depan dengan lebih
gemilang dengan materi, metode, fasilitas yang telah ada.
Kurikulum di
Indonesia
Melongok kondisi Indonesia jika membicarakan pendidikan apalagi persoalan
kurikulum untuk saat ini sangat kompleks. Beragam kurikulum yang pernah ada di
Indonesia ternyata masih belum mampu memberikan solusi yang dapat meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia. Kondisi seperti itu seiring dengan di tandai
oleh rendahnya mutu kelulusan, fasilitas dan sarana yang kurang memadai, serta
banyak hal lain yang melingkupi problematika pendidikan kita. Begitu
kompleksnya problem pendidikan di Indonesia berujung kepada keprihatinan
terhadap kualitas sumber daya manusianya. Sebagai catatan Human Development
Report tahun 2003 versi UNDP menyatakan bahwa kualitas sumber daya manusia
Indonesia berada di urutan 112, jauh di bawah Filipina (25), Malaysia (58),
Brunai Darussalam (31) dan Singapura (28). Kenyataan seperti ini mengharuskan bangsa Indonesia untuk melakukan
pembenahan-pembenahan, khususnya sektor pendidikan. Karena dengan pendidikan
itu akan mampu melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas, mandiri serta
mampu menghadapi beragam tantangan zaman.
Kurikulum sebagai rancangan, disaign dengan segala bentuk materi,
pelaksana, fasilitas dan sebagainya yang mampu membentuk dan mencetak generasi
atau SDM yang sesuai dengan cita-cita atau tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya. Hal ini menunjukkan peran penting kurikulum demi kemajuan bangsa.
Akan tetapi, konsep atau sketsa kurikulum yang ideal tanpa didukung oleh
pelaksana yang handal dan segala fasilitas yang memadai tentu nonsen
akan menghasilkan mutu yang bagus sesuai harapan.
Dalam kaitanya dengan kurikulum ini perlu kita ketahui bahwa berdasarkan
perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia telah terdapat beberapa kurikulum
yang pernah dilalui dan itu telah mengalami banyak perubahan sesuai dengan
kondisi saat itu, di antaranya: tahun 1947, 1952, 1968, 1984, 1994 dan tahun
2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan
sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi
di masyarakat.
a. Kurikulum 1968 dan sebelumnya
Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran
1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi
sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang
pernah digunakan sebelumnya. Rentjana
Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial
Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang
merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih
menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan
berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di
Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana
Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan
nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa
setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan
sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964.
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik
untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan
dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu
dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum
1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan
ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat
jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti,
dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan ketrampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
b. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan
pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut:
a.
Berorientasi tujuan
b.
Menganut
pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti
dan peranan yang menunjang tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
c.
Menekankan
kepada efisiensi dan efektifitas dalam hal daya dan waktu.
d.
Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan prosedur
pengembangan sistem instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah
kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam
bentuk tingkah laku siswa.
e.
Dipengaruhi pseikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus
respon (rangsang jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratkan
keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke
kurikulum 1984. Karena itula pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian
kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
c. Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya
sebagai berikut:
a.
Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang berlum tertampung ke dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
b.
Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi
dengan kemampan anak didik.
c.
Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaanya di sekolah.
d.
Terlalu
padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan di setiap jenjang.
e.
Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang
pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah
menengah tingkat atas termasuk pendidikan luar sekolah.
f.
Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan
perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu, maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan
atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan
dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi. Oleh karena itu diperlukan
perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi
terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa
pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat
terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu,
sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan
adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
b.
Pendekatan
pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).
CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan
siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif,
afektif maupun psikomotor.
c.
Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral
adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan
kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang
sekolah, semakin tinggi kelas dan jenjang
sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
d.
Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru
kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat
peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang
dipelajarinya.
e.
Materi
disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi
pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada
jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret,
semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari
contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana
menuju ke kompleks.
f.
Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah
pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan
keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya.
Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien
dalam mencapai tujuan pelajaran.
d. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran
menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar
dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena
berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar.
Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya
ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi)
pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai
mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran
yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan
sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan
mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan
yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi
kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di
antaranya sebagai berikut:
a.
Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
b.
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat
(berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
c.
Kurikulum 1994
bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua
siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga
daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan
lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
d.
Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi
yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan
sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang
mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari
satu jawaban) dan penyelidikan.
e.
Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan
terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan
pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah.
f.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke
hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
g.
Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk
pemantapan pemahaman.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan,
terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi
(content oriented), di antaranya sebagai berikut:
a.
Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan
banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
b.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan
tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait
dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di ats saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini
mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah
satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994.
Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip
penyempurnaan kurikulum, yaitu:
a.
Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan
kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan
kebutuhan masyarakat.
b.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara
tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan
lingkungan serta sarana pendukungnya.
c.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi
materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
d.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti
tujuan materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku
pelajaran.
e.
Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya
dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan
lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan
bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka
panjang.
e. Kurikulum 2004
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum.
Salah satu bentuk invovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu
pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994
disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam
pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis
dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan
belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan
kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada
pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar
performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik,
berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta
didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan
keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.[14]
Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
i.
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu
klasikal.
ii.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
iii.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi.
iv.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
v.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan
atau pencapaian suatu kompetensi.[15]
Untuk itu, agar KBK mampu konsisten dan valid dalam operasionalnya, terdapat
beberapa asumsi-asumsi yang mampu tercapainya hal tersebut:
a.
Banyak sekolah yang memiliki sedikit guru profesional dan tidak mampu
melaksanakan pembelajaran secara optimal.
b.
Banyak sekolah yang hanya mengoleksi sejumlah mata pelajaran dan
pengalaman, sehingga mengajar diartikan sebagai kegiatan menyajikan materi yang
terdapat dalam setiap mata pelajaran.
c.
Peserta didik bukanlah tabung kosong atau kertas putih yang dapat diisi
atau ditulis sekehendak guru, melainkan individu yang memiliki sejulah potensi yang
berlu dikembangkan.
d.
Peserta didik memiliki potensi yang berbeda dan bervariasi, dalam hal
tertentu memiliki potensi tinggi, tetapi dalam hal lain, mungkin biasa saja,
bahkan rendah.
e.
Pendidikan berfungsi mengkondisikan lingkungan yang membantu peserta didik
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki secara optimal.
f.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran harus berisi kompetensi-kompetensi
potensial yang tersusun secara sistematis, sebagai jabaran dari seluruh aspek
kepribadian peserta didik.
g.
Kurikulum sebagai proses pembelajaran harus menyediakan berbagai
kemungkinan kepada seluruh peserta didik untuk mengembangkan berbagai
peristiwanya.[16]
f. Kurikulum 2006
Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk
implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang
dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor
19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan
dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar
isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan
tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005,
pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan
kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan
di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP
No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap
masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas
tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
§
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal.
§
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
§
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
§
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
§
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan
atau pencapaian suatu kompetensi.
§
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK
tahun 2006 (versi KTSP), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun
rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan,
mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar,
kalender pendidikan hingga pengembangan silabusnya
Pembaharuan
mengikuti perkembangan ataukah kebijakan?
Dari berbagai kurikulum yang dilalui oleh Indonesia ini, kiranya dapat
ditelisik bahwa kurikulum tersebut mengalami pembaharuan dalam rangka
menyesuaikan dengan perkembangan kondisi zaman yang menuntut memang suatu
kurikulum harus berubah ataukah terdapat suatu presser dari pemerintah
sebagai pengambil kebijakan? Problem seperti ini bukan suatu hal baru bagi
pendidikan kita. Pada era sebelum reformasi banyak kalangan, para pakar
pendidikan mengkritik hal itu dengan istilah ganti menteri, ganti kebijakan[18].
Tetapi untuk saat ini, akankah hal tersebut terjadi pula? Jika pendapat tokoh
pendidikan Ki Supriyoko sebagaimana tersebut sebelumnya, bahwa pergantian
kurikulum biasanya terjadi sepuluh tahun kemudian dari kurikulum sebelumnya,
namun jika kita menyoroti KBK ke KTSP atau kurikulum 2004 ke kurikulum 2006
menunjukkan kurang dari sepuluh tahun, tentu akan muncul suatu pertanyaan,
mengapa?
Kalau kita mencermati secara mendalam implementasi KBK pada tingkat grassroot,
yakni sekolah sebagai pelaksana dari KBK tersebut. Pada kenyataanya tidak
setiap sekolah sudah mampu melaksanakan KBK ini, bahkan mungkin sekolah
tersebut masih taraf trial and error terhadap KBK. Karena kurangnya
dukungan dari SDM sekolah tersebut yang belum menguasai tentang KBK. Nah,
apakah ini tidak secara langsung menunjukkan bahwa penentu kebijakan tersebut
terlalu tergesa-gesa dalam mengadakan perubahan, tanpa harus mempertimbangkan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, misal ketidaksiapan para tukang didik
(pendidik/guru) yang akan terjun langsung mengoperasikan mesin pendidikan.
Karena suatu konsep yang ideal tetapi belum mampu teraplikasikan dalam realita
akan menghasilkan suatu kesia-siaan. Tentu menjadi renungan bagi kita.
Menurut, S. Nasution bahwa pembaharuan kurikulum mengikuti dua prosedur,
yaitu Administrative approach dan grass roots approach. Administrative
approach, yaitu suatu perubahan atau pembaharuan yang direncanakan oleh
pihak atasan untuk kemudian diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai
kepada guru-guru, jadi from the top down, dari atas ke bawah, atas
inisiatif para administrator. Yang kedua, grass roots approach, yaitu
yang dimulai dari akar, from the bottom up, dari bawah ke atas, yakni
dari pihak guru atau sekolah secara individual dengan harapan agar meluas ke
sekolah-sekolah lain. Namun, pola seperti itu bergantung kepada pengelolanya, yakni pemerintah
sebagai pengambil kebijakan. Dan bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Kita
tentu dapat obyektif dalam mencermatinya.
0 komentar:
Posting Komentar