Sabtu, 17 Mei 2014

Makalah Masa penjajahan Jepang



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sejarah pemerintahan di Indonesia dapat dikelompokkan dari masa Kolonial Belanda, masa penjajahan Jepang sampai masa Reformasi. Dari masa-masa tersebut banyak terjadi perubahan-perubahan terutama sistem pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan Jepang bermula dengan kekalahan yang dialami Belanda yang tak mampu mempertahankan Indonesia kemudian menyerah pada tanggal 7 Mei 1942. Penyerahan ini dilakukan oleh Gubernur Jenderal Belanda Tjarda van Stachhouwer dan jenderal Ter Poorten kepada letnan Jenderal Hitoshi Immamura di Kalijati. Penyerahan ini mulai berlaku secara efetif pada 9 Maret 1942.
Sebagaimana kita ketahui Penjajahan Jepang tidak berbeda dengan penjajahan yang dilakukan Belanda. Dalam perkembanganya banyak sistem-sistem yang merugikan bangsa Indonesia dan tidak sedikit dari sistem pemerintahan nya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Untuk lebih jelasnya mengenai sistem pemerintahan pada masa penjajahan jepang akan dibahas dalam makalah ini.

B.       Rumusan Masalah
Untuk mempermudah penulis dalam membahas makalah ini, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Apa yang menjadi latar belakang pemerintahan Jepang?
2.      Bagaimana sistem kelembagaan negara pada masa Pemerintahan Jepang?
3.      Bagaimana hubungan antar lembaga negara pada masa Pemerintahan Jepang?
4.      Bagaimana efektivitas pelaksanaan pemerintahan Jepang?



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Latar Belakang Orde Lama
1.         Latar Belakang Sejarah
Jika kita membicarakan tentang latar belakang sejarah pemerintahan Jepang, hal itu tidak lepas dari kedatangan tentara Jepang yang awalnya disambut gembira oleh masyarakat Indonesia yang dikira akan membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda dengan membentuk Gerakan Jepang di Indonesia dikenal dengan sebutan 3A (Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia). Gerakan Jepang ini dapat menarik simpati bangsa Indonesia untuk mengusir bangsa Belanda yang berkuasa di Indonesia, Kemudian Jepang pun mendarat di Teluk Banten, Eretan wetan, dan Kragan untuk merebut Batavia dari Bandung.
Pada perkembanganya setelah kemenangan, Jepang membagi wilayah Administratif Indonesia menjadi 3 daerah yang masing-masingnya dipegang oleh angkatan darat (Rikugun) dan angkatan laut (Kaigun). 3 daerah itu adalah Wilayah bekas Hindia Belanda kemudian dibagi dalam tiga daerah pemerintahan, yaitu pemerintah militer angkatan darat berkedudukan di Jakarta untuk Jawa-Madura, pemerintah militer angkatan darat berkedudukan di Bukit Tinggi untuk Sumatra, dan akhirnya pemerintah militer angkatan laut berkedudukan di Makasar untuk daerah yang meliputi Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian Barat.
Ketiga wilayah militer Jepang dibawah komando Panglima Besar Tentara Jepang untuk wilayah Asia Tenggara yang berkedudukan di Saigon, Vietnam.
Keterangan-keterangan tentang sistem pemerintahan yang di pakai oleh balatentara Jepang, hanya didapatkan di Jawa. Hal ini tidak mengherankan, karena pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Jawalah yang mempunyai organisasi departemental, sedang di Bukittinggi atau diujungpandang hanya didapatkan suatu organisasi gewestejlijk saja.
Untuk mencegah timbulnya suatu vacum pemerintahan, maka dalam pasal 3 Osamu Seirei 1942 No. 1 ditentukan, bahwa semua badan-badan pemerintahan dan kekuasaanya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dahulu ( pemerintah Hindia Belanda) tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer.
2.         Latar Belakang Politis
Sesuai dengan politik pemerintahan pendudukan Bala Tentara Jepang, Indonesia dibagi menjadi tiga daerah yaitu :
1.      Daerah yang meliputin pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Angkatan darat, yang berkedudukan di Jakarta.
2.      Daerah yang meliputi pulau Sumatra berada di bawah kekuasaan angkatan Darat, yang berkedudukan di Bukittinggi.
3.      Daerah-daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut, yang berkedudukan di Makassar.
Sejak tanggal 8 Agustus 1942 seluruh Jawa dan Madura, kecuali Kooti (Vorstenlanden) surakarta dan yogyakarta, secara administratif dibagi dalam :
a.       Syuu (yang dapat dinamakan Gewest dahulu); Syuu dibagi dalam Ken dan Si
b.      Ken dan Si (yang masing-masing dapat disamakan dengan Regentschap atau Kabupaten dan Stadsgemeente dahulu); Ken dibagi dalam Gun.
c.       Gun (yang dapat disamakan dengan District atau Kawedanan dahulu); Gun dibagi dalam Son.
d.      Son (yang dapat disamakan dengan Onderdistricht atau Kecamatan dahulu); Son dibagi dalam Ku
e.       Ku (yangg dapat disamakan dengan Indonesische Gemeente atau Desa dahulu.
Dari pembagian diatas, tampaklah bahwa Provincie sebagai daerah otonoom tidak dilangsungkan. Hal ini terbukti dengan dibubarkanya dewan-dewan pada daerah-daerah otonom. Namun demikian Kabupaten dan Kotapraja berjalan terus tanpa adanya dewan, semuanya dijalankan oleh (Kenco) dan Walikota (Sico). Dengan demikian, maka :
a.       Wali Kota (Sico) selain mengurus urusan rumah tangga serta tantra Si, ia mengurus pula urusan Pamong Praja di dalam Si tersebut (dualistis).
b.      Secara administrasi, Si tidak lagi merupakan wilayah jabatan Ken-co sebagai organ pemerintah Pusat dari Ken yang melingkupi wilayah si itu, akan tetapi menjadi wilayah-jabatan Sico itu sendiri dalam kedudukanya sebagai organ Pemerintah Pusat.
c.       Urusan Pemerintahan yang dahulu diurus oleh regent, districts hoofd, onderdistrichtshoofd, lurah atau kepala kampung (wijkmeester), masing-masing dalam daerah Si masuk kekuasaan sico.
Jepang juga mengangkat tokoh-tokoh politik Indonesia seperti Husein Djajadiningrat, Sutardjo Kartohadikersoemo,R.M.Soerjo, dan Prof.Soepomo. Hal ini dilakukan untu menarik simpati masyarakat Indonesia demi memnuhi kebutuhan Jepang akan pegawai. Selain itu, dibentuk juga organisasi paramiliter seperti keibodan (Barisan Pembantu Polisi), seinendan (Barisan Pemuda), Bui Giyugun (Tentara Sukarela Pembela Negara atau PETA) pembentuan ini bertujuan untuk mempertahankan wilayah yang telah berhasil dikuasai oleh Jepang. Ada juga sistem baru yang disebut torigumi (rukun tetangga), berapa torigami ini digabungkan dalam ku (desa atau bagian kota) dengan tujuan untuk membangun pertahanan masyarakat secara gotong royong.
3.        Latar Belakang Yuridis
Sebagaimana kita ketahui diumumkanya  Osamu seirei atau undang-undang No. 1 tahun 1942 tentang menjalankan pemerintahan Balatentara Jepang sebagaimana pasal (6-7). Dalam UU ini ditentukan bahwa “balatentara Jepang untuk sementara melangsungkan pemerintah militer di daerah-daerah yang telah didukinya. Selanjutnya ditentukan bahwa semua badan-badan pemerintahan dengan kekuasaanya, hukum dan undang-undang dari Pemerintah Hindia Belanda untuk semetara waktu tetap diakui sah asalkan tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer Jepang”.

B.       Sistem Pemerintahan Militer Jepang
·         Gunshireikan        : Panglima tentara- Panglima tertinggi-Saiko Shikikan-Pitoshi Immamura
·         Gunbaikan            : Kepala Pemerintahan Militer- Kepala staf Tentara-Mayjen Seizaburo Okasaki
·         Gunseikanbu         : Staf pemerintahan militer pusat terdiri dari
1.      Somubu (Departemen urusan umum).
2.      Zaimabu (Departemen keuangan).
3.      Sangyobu (Departemen perusahaaan, industri, kerajinan tangan dan ekonomi).
4.      Kotsubu (Departemen lalu lintas)
5.      Shihobu (Departemen kehakiman)
·           Gunseibu             : (Koordinator pemerintahan militer stempat-Gubernur terdiri: Jabar berkedudukan di Bandung, Jateng berkedudukan di Semarang, dan Jatim berkedudukan di Surabaya.
              Berdasarkan apa yang dijelaskan diatas dapat dijabarkan bahwa Pemerintahan Militer itu terdiri atas Gunseireikan (Panglima Besar Balatentara Jepang, kemudian disebut Saiko sikikan) sebagai pucuk pimpinanya, dibawah pejabat ini terdapat Gunseikan (Pembesar pemerintah Balatentara Jepang) dan Kepala-kepala berbagai Departemen misalnya Somubu (Departemen urusan umum), Zaimabu (Departemen keuangan), Sangyobu (Departemen perusahaaan, industri, kerajinan tangan dan ekonomi), Kotsubu (Departemen lalu lintas), hihobu (Departemen kehakiman).

C.      Hubungan Antar Lembaga Negara pada masa Pemerintahan Jepang
1.         Syuu dan Tokubetsu Si
Syu dan Tokubetsu Si kemudian ditetapkan Undang-undang 1942/28 tentang aturan pemerintahan Syuu dan aturan pemerintahan Tokubetsu Si (KP 1,p.8-10). Sedang Ken dan Si ditetapkan Osamu Seirei 1943/12 tentang Ken dan Si (KP 18,p.4) dan Osamu Seirei 1943/13 tentang peraturan daerah Ken dan Si (KP 18,p.5-6) serta peraturan Zi-Sei-Hi-No. 1616 (Peraturan Keuangan Ken dan Si) (KP 16, p. 10).
Dalam garis besarnya peraturan-peraturan diatas memuat ketentuan-ketentuan pokok yang berikut :
a.       Syuu merupakan daerah tingkat teratas yang mempunyai pemeritahan sendiri sebagai suatu kesatuan dalam masa pemerintahan militer Jepang. Syuu membawahkan ken dan Si dalam lingkungan wilayahnya. Tokubetsu Si mempunyai kedudukan yang lebih-kurang sama seperti Syuu, karena itu tidak berada dibawah sesuatu Syuu, melainkan langsung dibawah Gunseikan.
b.      Untuk masing-masing daerah itu diangkat seorang kepala daerah (Syuutyookan, Tokubetsu Sityoo, Kentyoo, dan Sityoo).
c.       Sepanjang tidak diubah oleh Pemerintahan Balatentetara Jepang, ketentuann-ketentuan dalam Regentschapsordonnantie dan Stadsgemeente-ordonantie dulu tetap berlaku bagi Ken dan Si (termasuk Tokubetsu Si).
d.      Wewenang-wewenang yang dulu dijalankan oleh raad dan college pemerintah harian dan stadsgemente kini ssemuanya dijalankan oleh Kentyoo dan Sityoo, jadi yang dianut adalah Sistem pemerintahan tunggal oleh satu orang.
e.    Sistem pemerintahan tunggal tanpa dewan-dewan perwakilan rakyat dilaksanakan secara konsekuen sampai September 1943.Dalam bulan tersebut ditetapkan peraturan yang mengatur pembentukan dewan-dewan baik di pusat maupun didaerah yang berfungsi sebagai badan penasihat bagi pejabat tunggal itu. Tapi dalam lingkungan pemerintahan daerah dewan ini hanya diadakan Syuu dan Tokubetsu Si (Osamu Seirei 1943/37 tentang Syuu dan Tokubetsu Si Sangikai, KP 26,p.9-10).
f.     Si menyelanggarakan segala urusanpemerintahan dalam lingkungan wilayahnya. Urusan pemerintahan umum (pangreh praja) yang dalam stadsgemente dulu diurus oleh regent dan pejabat-pejabat bawahanya kini dipegang oleh Sityoo.
g.    Pengawasan terhadap daerah-daerah otonom yang dulu dipegang oleh Gouverneur-General dan aparatur peemerintahan provincie kini semuanya dilakukan oleh Gunseikan.
       Demikianlah hubungan tata pemerintahan pada zaman pendudukan Jepang sejak tahun 1942 sampai Agustus 1945.

D.      Efektifitas Pelaksanaan Pemerintahan Pendudukan Jepang
Mengenai pembahasan tentang efektifitas dalam pelaksanaan pe-merintahan pada masa pendudukan Balatentara Jepang yang berkuasa di Indonesia dari 1942 sampai 1945 dinilai banyak yang tidak berhasil ini dilihat dari gerakan 3 A yang tidak berhasil mencapai tujuan-tujuanya. Dan Propaganda nya ditangani secara keras sehingga pada masa awal  pendudukanya pun hanya sedikit orang Indonesia yang menanggapinya secara serius. Jepang yang menggantikan penjajahan di bumi Indonesia dari Belanda, di bidang pemerintahan pada prisipnya masih meneruskan dilaksanankanya asas dekonsentrasi sebaagaimana dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan hanya menggunakan perobahan-perobahan antara lain : nama-nama daerah beserta pejabatnya diganti dengan bahasa Jepang; jabatan-jabatan yang semula diduki oleh orang-orang Belanda digantikan oleh pembesar –pembesar Jepang, sedangkan bangsa Indonesia hanya diberi kesempatan sedikit mungkin; wilayah Provinsi beserta Gubernur nya baik di Jawa maupun di luar  Jawa dihapus; Afdeling beserta Asisten residenya di Jawa dihapus.
Jika melihat dari sistem pemerintahan pada masa pendudukan Jepang, kita dapat melihat bahwa pada masa pemerintahan pendudukan Jepang tidak efektif ini bisa kita lihat sebab tidak banyak nya yang berubah dari sistem pemerintahan Belanda pada masa menjajah Indonesia dan sama-sama hanya ingin menyengsarakan rakyat Indonesia.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sistem Pemerintahan Pendudukan Jepang yang mulai efektif sejak tanggal 9 Maret 1942 sampai tahun 1945 pada umumnya tetap meneruskan sistem pemerintahan Hindia Belanda. Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kebijakan Politik Jepang tidak efektif karena  pada dasarnya mmpunyai dua prioritas yakni : a) menghapus pengaruh barat dikalangan rayat, dan b) memobilisasi mereka demi kemenangan tentara Jepang tidak berbeda jauh dengan tujuan Belanda untuk menguasai bumi Indonesia yang banyak menyengsarakan rakyat Indonesia dengan sistem-sistem pemerintahan yang diterapkanya, Walaupun selama pemerintahan militer Jepang berkuasa di Indonesia, banyaklah dikeluarkan peraturan-peraturan baru dan tambahan peraturan-peraturan lainya, akan tetapi peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah militer Jepang pada hakekatnya sekarang tidak berlaku lagi.












Daftar Pustaka
C.ST.Kansil. 1983. Praktek Hukum Peraturan Perundangan Di Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Soehino. 1991. Perkembangan Pemerintahan Di Daerah. Yogyakarta: Liberty
The Liang Gie. 1993. Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Negara Republik Indonesia. Yogyakarta: Liberty
Irawan Soejito. 1976. Sejarah Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Pradya Paramita
Danang tanjung Laksono dan Kusumo Ekowati. 2012. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia. Sukaharjo : Pustaka Abadi Sejahtera
Sri Soemantri Martosoewingyo.1987. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi.Bandung: Kotak Pos 272





BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sejarah pemerintahan di Indonesia dapat dikelompokkan dari masa Kolonial Belanda, masa penjajahan Jepang sampai masa Reformasi. Dari masa-masa tersebut banyak terjadi perubahan-perubahan terutama sistem pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan Jepang bermula dengan kekalahan yang dialami Belanda yang tak mampu mempertahankan Indonesia kemudian menyerah pada tanggal 7 Mei 1942. Penyerahan ini dilakukan oleh Gubernur Jenderal Belanda Tjarda van Stachhouwer dan jenderal Ter Poorten kepada letnan Jenderal Hitoshi Immamura di Kalijati. Penyerahan ini mulai berlaku secara efetif pada 9 Maret 1942.
Sebagaimana kita ketahui Penjajahan Jepang tidak berbeda dengan penjajahan yang dilakukan Belanda. Dalam perkembanganya banyak sistem-sistem yang merugikan bangsa Indonesia dan tidak sedikit dari sistem pemerintahan nya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Untuk lebih jelasnya mengenai sistem pemerintahan pada masa penjajahan jepang akan dibahas dalam makalah ini.

B.       Rumusan Masalah
Untuk mempermudah penulis dalam membahas makalah ini, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Apa yang menjadi latar belakang pemerintahan Jepang?
2.      Bagaimana sistem kelembagaan negara pada masa Pemerintahan Jepang?
3.      Bagaimana hubungan antar lembaga negara pada masa Pemerintahan Jepang?
4.      Bagaimana efektivitas pelaksanaan pemerintahan Jepang?



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Latar Belakang Orde Lama
1.         Latar Belakang Sejarah
Jika kita membicarakan tentang latar belakang sejarah pemerintahan Jepang, hal itu tidak lepas dari kedatangan tentara Jepang yang awalnya disambut gembira oleh masyarakat Indonesia yang dikira akan membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda dengan membentuk Gerakan Jepang di Indonesia dikenal dengan sebutan 3A (Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia). Gerakan Jepang ini dapat menarik simpati bangsa Indonesia untuk mengusir bangsa Belanda yang berkuasa di Indonesia, Kemudian Jepang pun mendarat di Teluk Banten, Eretan wetan, dan Kragan untuk merebut Batavia dari Bandung.
Pada perkembanganya setelah kemenangan, Jepang membagi wilayah Administratif Indonesia menjadi 3 daerah yang masing-masingnya dipegang oleh angkatan darat (Rikugun) dan angkatan laut (Kaigun). 3 daerah itu adalah Wilayah bekas Hindia Belanda kemudian dibagi dalam tiga daerah pemerintahan, yaitu pemerintah militer angkatan darat berkedudukan di Jakarta untuk Jawa-Madura, pemerintah militer angkatan darat berkedudukan di Bukit Tinggi untuk Sumatra, dan akhirnya pemerintah militer angkatan laut berkedudukan di Makasar untuk daerah yang meliputi Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian Barat.
Ketiga wilayah militer Jepang dibawah komando Panglima Besar Tentara Jepang untuk wilayah Asia Tenggara yang berkedudukan di Saigon, Vietnam.
Keterangan-keterangan tentang sistem pemerintahan yang di pakai oleh balatentara Jepang, hanya didapatkan di Jawa. Hal ini tidak mengherankan, karena pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Jawalah yang mempunyai organisasi departemental, sedang di Bukittinggi atau diujungpandang hanya didapatkan suatu organisasi gewestejlijk saja.
Untuk mencegah timbulnya suatu vacum pemerintahan, maka dalam pasal 3 Osamu Seirei 1942 No. 1 ditentukan, bahwa semua badan-badan pemerintahan dan kekuasaanya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dahulu ( pemerintah Hindia Belanda) tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer.
2.         Latar Belakang Politis
Sesuai dengan politik pemerintahan pendudukan Bala Tentara Jepang, Indonesia dibagi menjadi tiga daerah yaitu :
1.      Daerah yang meliputin pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Angkatan darat, yang berkedudukan di Jakarta.
2.      Daerah yang meliputi pulau Sumatra berada di bawah kekuasaan angkatan Darat, yang berkedudukan di Bukittinggi.
3.      Daerah-daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut, yang berkedudukan di Makassar.
Sejak tanggal 8 Agustus 1942 seluruh Jawa dan Madura, kecuali Kooti (Vorstenlanden) surakarta dan yogyakarta, secara administratif dibagi dalam :
a.       Syuu (yang dapat dinamakan Gewest dahulu); Syuu dibagi dalam Ken dan Si
b.      Ken dan Si (yang masing-masing dapat disamakan dengan Regentschap atau Kabupaten dan Stadsgemeente dahulu); Ken dibagi dalam Gun.
c.       Gun (yang dapat disamakan dengan District atau Kawedanan dahulu); Gun dibagi dalam Son.
d.      Son (yang dapat disamakan dengan Onderdistricht atau Kecamatan dahulu); Son dibagi dalam Ku
e.       Ku (yangg dapat disamakan dengan Indonesische Gemeente atau Desa dahulu.
Dari pembagian diatas, tampaklah bahwa Provincie sebagai daerah otonoom tidak dilangsungkan. Hal ini terbukti dengan dibubarkanya dewan-dewan pada daerah-daerah otonom. Namun demikian Kabupaten dan Kotapraja berjalan terus tanpa adanya dewan, semuanya dijalankan oleh (Kenco) dan Walikota (Sico). Dengan demikian, maka :
a.       Wali Kota (Sico) selain mengurus urusan rumah tangga serta tantra Si, ia mengurus pula urusan Pamong Praja di dalam Si tersebut (dualistis).
b.      Secara administrasi, Si tidak lagi merupakan wilayah jabatan Ken-co sebagai organ pemerintah Pusat dari Ken yang melingkupi wilayah si itu, akan tetapi menjadi wilayah-jabatan Sico itu sendiri dalam kedudukanya sebagai organ Pemerintah Pusat.
c.       Urusan Pemerintahan yang dahulu diurus oleh regent, districts hoofd, onderdistrichtshoofd, lurah atau kepala kampung (wijkmeester), masing-masing dalam daerah Si masuk kekuasaan sico.
Jepang juga mengangkat tokoh-tokoh politik Indonesia seperti Husein Djajadiningrat, Sutardjo Kartohadikersoemo,R.M.Soerjo, dan Prof.Soepomo. Hal ini dilakukan untu menarik simpati masyarakat Indonesia demi memnuhi kebutuhan Jepang akan pegawai. Selain itu, dibentuk juga organisasi paramiliter seperti keibodan (Barisan Pembantu Polisi), seinendan (Barisan Pemuda), Bui Giyugun (Tentara Sukarela Pembela Negara atau PETA) pembentuan ini bertujuan untuk mempertahankan wilayah yang telah berhasil dikuasai oleh Jepang. Ada juga sistem baru yang disebut torigumi (rukun tetangga), berapa torigami ini digabungkan dalam ku (desa atau bagian kota) dengan tujuan untuk membangun pertahanan masyarakat secara gotong royong.
3.        Latar Belakang Yuridis
Sebagaimana kita ketahui diumumkanya  Osamu seirei atau undang-undang No. 1 tahun 1942 tentang menjalankan pemerintahan Balatentara Jepang sebagaimana pasal (6-7). Dalam UU ini ditentukan bahwa “balatentara Jepang untuk sementara melangsungkan pemerintah militer di daerah-daerah yang telah didukinya. Selanjutnya ditentukan bahwa semua badan-badan pemerintahan dengan kekuasaanya, hukum dan undang-undang dari Pemerintah Hindia Belanda untuk semetara waktu tetap diakui sah asalkan tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer Jepang”.

B.       Sistem Pemerintahan Militer Jepang
·         Gunshireikan        : Panglima tentara- Panglima tertinggi-Saiko Shikikan-Pitoshi Immamura
·         Gunbaikan            : Kepala Pemerintahan Militer- Kepala staf Tentara-Mayjen Seizaburo Okasaki
·         Gunseikanbu         : Staf pemerintahan militer pusat terdiri dari
1.      Somubu (Departemen urusan umum).
2.      Zaimabu (Departemen keuangan).
3.      Sangyobu (Departemen perusahaaan, industri, kerajinan tangan dan ekonomi).
4.      Kotsubu (Departemen lalu lintas)
5.      Shihobu (Departemen kehakiman)
·           Gunseibu             : (Koordinator pemerintahan militer stempat-Gubernur terdiri: Jabar berkedudukan di Bandung, Jateng berkedudukan di Semarang, dan Jatim berkedudukan di Surabaya.
              Berdasarkan apa yang dijelaskan diatas dapat dijabarkan bahwa Pemerintahan Militer itu terdiri atas Gunseireikan (Panglima Besar Balatentara Jepang, kemudian disebut Saiko sikikan) sebagai pucuk pimpinanya, dibawah pejabat ini terdapat Gunseikan (Pembesar pemerintah Balatentara Jepang) dan Kepala-kepala berbagai Departemen misalnya Somubu (Departemen urusan umum), Zaimabu (Departemen keuangan), Sangyobu (Departemen perusahaaan, industri, kerajinan tangan dan ekonomi), Kotsubu (Departemen lalu lintas), hihobu (Departemen kehakiman).

C.      Hubungan Antar Lembaga Negara pada masa Pemerintahan Jepang
1.         Syuu dan Tokubetsu Si
Syu dan Tokubetsu Si kemudian ditetapkan Undang-undang 1942/28 tentang aturan pemerintahan Syuu dan aturan pemerintahan Tokubetsu Si (KP 1,p.8-10). Sedang Ken dan Si ditetapkan Osamu Seirei 1943/12 tentang Ken dan Si (KP 18,p.4) dan Osamu Seirei 1943/13 tentang peraturan daerah Ken dan Si (KP 18,p.5-6) serta peraturan Zi-Sei-Hi-No. 1616 (Peraturan Keuangan Ken dan Si) (KP 16, p. 10).
Dalam garis besarnya peraturan-peraturan diatas memuat ketentuan-ketentuan pokok yang berikut :
a.       Syuu merupakan daerah tingkat teratas yang mempunyai pemeritahan sendiri sebagai suatu kesatuan dalam masa pemerintahan militer Jepang. Syuu membawahkan ken dan Si dalam lingkungan wilayahnya. Tokubetsu Si mempunyai kedudukan yang lebih-kurang sama seperti Syuu, karena itu tidak berada dibawah sesuatu Syuu, melainkan langsung dibawah Gunseikan.
b.      Untuk masing-masing daerah itu diangkat seorang kepala daerah (Syuutyookan, Tokubetsu Sityoo, Kentyoo, dan Sityoo).
c.       Sepanjang tidak diubah oleh Pemerintahan Balatentetara Jepang, ketentuann-ketentuan dalam Regentschapsordonnantie dan Stadsgemeente-ordonantie dulu tetap berlaku bagi Ken dan Si (termasuk Tokubetsu Si).
d.      Wewenang-wewenang yang dulu dijalankan oleh raad dan college pemerintah harian dan stadsgemente kini ssemuanya dijalankan oleh Kentyoo dan Sityoo, jadi yang dianut adalah Sistem pemerintahan tunggal oleh satu orang.
e.    Sistem pemerintahan tunggal tanpa dewan-dewan perwakilan rakyat dilaksanakan secara konsekuen sampai September 1943.Dalam bulan tersebut ditetapkan peraturan yang mengatur pembentukan dewan-dewan baik di pusat maupun didaerah yang berfungsi sebagai badan penasihat bagi pejabat tunggal itu. Tapi dalam lingkungan pemerintahan daerah dewan ini hanya diadakan Syuu dan Tokubetsu Si (Osamu Seirei 1943/37 tentang Syuu dan Tokubetsu Si Sangikai, KP 26,p.9-10).
f.     Si menyelanggarakan segala urusanpemerintahan dalam lingkungan wilayahnya. Urusan pemerintahan umum (pangreh praja) yang dalam stadsgemente dulu diurus oleh regent dan pejabat-pejabat bawahanya kini dipegang oleh Sityoo.
g.    Pengawasan terhadap daerah-daerah otonom yang dulu dipegang oleh Gouverneur-General dan aparatur peemerintahan provincie kini semuanya dilakukan oleh Gunseikan.
       Demikianlah hubungan tata pemerintahan pada zaman pendudukan Jepang sejak tahun 1942 sampai Agustus 1945.

D.      Efektifitas Pelaksanaan Pemerintahan Pendudukan Jepang
Mengenai pembahasan tentang efektifitas dalam pelaksanaan pe-merintahan pada masa pendudukan Balatentara Jepang yang berkuasa di Indonesia dari 1942 sampai 1945 dinilai banyak yang tidak berhasil ini dilihat dari gerakan 3 A yang tidak berhasil mencapai tujuan-tujuanya. Dan Propaganda nya ditangani secara keras sehingga pada masa awal  pendudukanya pun hanya sedikit orang Indonesia yang menanggapinya secara serius. Jepang yang menggantikan penjajahan di bumi Indonesia dari Belanda, di bidang pemerintahan pada prisipnya masih meneruskan dilaksanankanya asas dekonsentrasi sebaagaimana dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan hanya menggunakan perobahan-perobahan antara lain : nama-nama daerah beserta pejabatnya diganti dengan bahasa Jepang; jabatan-jabatan yang semula diduki oleh orang-orang Belanda digantikan oleh pembesar –pembesar Jepang, sedangkan bangsa Indonesia hanya diberi kesempatan sedikit mungkin; wilayah Provinsi beserta Gubernur nya baik di Jawa maupun di luar  Jawa dihapus; Afdeling beserta Asisten residenya di Jawa dihapus.
Jika melihat dari sistem pemerintahan pada masa pendudukan Jepang, kita dapat melihat bahwa pada masa pemerintahan pendudukan Jepang tidak efektif ini bisa kita lihat sebab tidak banyak nya yang berubah dari sistem pemerintahan Belanda pada masa menjajah Indonesia dan sama-sama hanya ingin menyengsarakan rakyat Indonesia.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sistem Pemerintahan Pendudukan Jepang yang mulai efektif sejak tanggal 9 Maret 1942 sampai tahun 1945 pada umumnya tetap meneruskan sistem pemerintahan Hindia Belanda. Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kebijakan Politik Jepang tidak efektif karena  pada dasarnya mmpunyai dua prioritas yakni : a) menghapus pengaruh barat dikalangan rayat, dan b) memobilisasi mereka demi kemenangan tentara Jepang tidak berbeda jauh dengan tujuan Belanda untuk menguasai bumi Indonesia yang banyak menyengsarakan rakyat Indonesia dengan sistem-sistem pemerintahan yang diterapkanya, Walaupun selama pemerintahan militer Jepang berkuasa di Indonesia, banyaklah dikeluarkan peraturan-peraturan baru dan tambahan peraturan-peraturan lainya, akan tetapi peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah militer Jepang pada hakekatnya sekarang tidak berlaku lagi.












Daftar Pustaka
C.ST.Kansil. 1983. Praktek Hukum Peraturan Perundangan Di Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Soehino. 1991. Perkembangan Pemerintahan Di Daerah. Yogyakarta: Liberty
The Liang Gie. 1993. Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Negara Republik Indonesia. Yogyakarta: Liberty
Irawan Soejito. 1976. Sejarah Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Pradya Paramita
Danang tanjung Laksono dan Kusumo Ekowati. 2012. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia. Sukaharjo : Pustaka Abadi Sejahtera
Sri Soemantri Martosoewingyo.1987. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi.Bandung: Kotak Pos 272



0 komentar:

By :
Free Blog Templates