BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah pemerintahan di Indonesia dapat
dikelompokkan dari masa Kolonial Belanda, masa penjajahan Jepang sampai masa
Reformasi. Dari masa-masa tersebut banyak terjadi perubahan-perubahan terutama
sistem pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan Jepang bermula dengan kekalahan yang dialami Belanda yang tak mampu
mempertahankan Indonesia kemudian menyerah pada tanggal 7 Mei 1942. Penyerahan
ini dilakukan oleh Gubernur Jenderal Belanda Tjarda van Stachhouwer dan
jenderal Ter Poorten kepada letnan Jenderal Hitoshi Immamura di Kalijati.
Penyerahan ini mulai berlaku secara efetif pada 9 Maret 1942.
Sebagaimana
kita ketahui Penjajahan Jepang tidak
berbeda dengan penjajahan yang dilakukan Belanda. Dalam perkembanganya banyak
sistem-sistem yang merugikan bangsa Indonesia dan tidak sedikit dari sistem
pemerintahan nya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Untuk
lebih jelasnya mengenai sistem pemerintahan pada masa penjajahan jepang
akan dibahas dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Untuk mempermudah penulis dalam
membahas makalah ini, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang menjadi latar belakang
pemerintahan Jepang?
2. Bagaimana sistem kelembagaan negara pada
masa Pemerintahan Jepang?
3. Bagaimana hubungan antar lembaga negara
pada masa Pemerintahan Jepang?
4. Bagaimana efektivitas pelaksanaan
pemerintahan Jepang?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Orde Lama
1.
Latar
Belakang Sejarah
Jika kita membicarakan tentang latar
belakang sejarah pemerintahan
Jepang, hal itu tidak lepas dari kedatangan tentara Jepang yang awalnya
disambut gembira oleh masyarakat Indonesia yang dikira akan membebaskan rakyat
Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda dengan membentuk Gerakan Jepang di
Indonesia dikenal dengan sebutan 3A (Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia,
Nippon Pemimpin Asia). Gerakan Jepang ini dapat menarik simpati bangsa
Indonesia untuk mengusir bangsa Belanda yang berkuasa di Indonesia, Kemudian
Jepang pun mendarat di Teluk Banten, Eretan wetan, dan Kragan untuk merebut
Batavia dari Bandung.
Pada
perkembanganya setelah kemenangan, Jepang membagi wilayah Administratif
Indonesia menjadi 3 daerah yang masing-masingnya dipegang oleh angkatan darat
(Rikugun) dan angkatan laut (Kaigun). 3 daerah itu adalah Wilayah
bekas Hindia Belanda kemudian dibagi dalam tiga daerah pemerintahan, yaitu
pemerintah militer angkatan darat berkedudukan di Jakarta untuk Jawa-Madura,
pemerintah militer angkatan darat berkedudukan di Bukit Tinggi untuk Sumatra,
dan akhirnya pemerintah militer angkatan laut berkedudukan di Makasar untuk
daerah yang meliputi Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian
Barat.
Ketiga wilayah
militer Jepang dibawah komando Panglima Besar Tentara Jepang untuk wilayah Asia
Tenggara yang berkedudukan di Saigon, Vietnam.
Keterangan-keterangan
tentang sistem pemerintahan yang di pakai oleh balatentara Jepang, hanya
didapatkan di Jawa. Hal ini tidak mengherankan, karena pada masa pemerintahan
Hindia Belanda, Jawalah yang mempunyai organisasi departemental, sedang di
Bukittinggi atau diujungpandang hanya didapatkan suatu organisasi gewestejlijk
saja.
Untuk mencegah
timbulnya suatu vacum pemerintahan, maka dalam pasal 3 Osamu Seirei 1942 No. 1
ditentukan, bahwa semua badan-badan pemerintahan dan kekuasaanya, hukum dan
undang-undang dari pemerintah yang dahulu ( pemerintah Hindia Belanda) tetap
diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan aturan
pemerintahan militer.
2.
Latar
Belakang Politis
Sesuai dengan politik pemerintahan pendudukan Bala
Tentara Jepang, Indonesia dibagi menjadi tiga daerah yaitu :
1.
Daerah yang meliputin pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Angkatan darat,
yang berkedudukan di Jakarta.
2.
Daerah yang meliputi pulau Sumatra berada di bawah kekuasaan angkatan
Darat, yang berkedudukan di Bukittinggi.
3.
Daerah-daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut, yang
berkedudukan di Makassar.
Sejak tanggal 8 Agustus 1942 seluruh Jawa dan Madura,
kecuali Kooti (Vorstenlanden) surakarta dan yogyakarta, secara administratif
dibagi dalam :
a.
Syuu (yang dapat dinamakan Gewest dahulu); Syuu dibagi dalam Ken dan Si
b.
Ken dan Si (yang masing-masing dapat disamakan dengan Regentschap atau
Kabupaten dan Stadsgemeente dahulu); Ken dibagi dalam Gun.
c.
Gun (yang dapat disamakan dengan District atau Kawedanan dahulu); Gun
dibagi dalam Son.
d.
Son (yang dapat disamakan dengan Onderdistricht atau Kecamatan dahulu); Son
dibagi dalam Ku
e.
Ku (yangg dapat disamakan dengan Indonesische Gemeente atau Desa dahulu.
Dari
pembagian diatas, tampaklah bahwa Provincie sebagai daerah otonoom tidak
dilangsungkan. Hal ini terbukti dengan dibubarkanya dewan-dewan pada
daerah-daerah otonom. Namun demikian Kabupaten dan Kotapraja berjalan terus
tanpa adanya dewan, semuanya dijalankan oleh (Kenco) dan Walikota (Sico).
Dengan demikian, maka :
a.
Wali Kota (Sico) selain mengurus urusan rumah tangga serta tantra Si, ia
mengurus pula urusan Pamong Praja di dalam Si tersebut (dualistis).
b.
Secara administrasi, Si tidak lagi merupakan wilayah jabatan Ken-co sebagai
organ pemerintah Pusat dari Ken yang melingkupi wilayah si itu, akan tetapi
menjadi wilayah-jabatan Sico itu sendiri dalam kedudukanya sebagai organ
Pemerintah Pusat.
c.
Urusan Pemerintahan yang dahulu diurus oleh regent, districts hoofd,
onderdistrichtshoofd, lurah atau kepala kampung (wijkmeester), masing-masing
dalam daerah Si masuk kekuasaan sico.
Jepang
juga mengangkat tokoh-tokoh politik Indonesia seperti Husein Djajadiningrat,
Sutardjo Kartohadikersoemo,R.M.Soerjo, dan Prof.Soepomo. Hal ini dilakukan untu
menarik simpati masyarakat Indonesia demi memnuhi kebutuhan Jepang akan
pegawai. Selain itu, dibentuk juga organisasi paramiliter seperti keibodan
(Barisan Pembantu Polisi), seinendan (Barisan Pemuda), Bui Giyugun (Tentara
Sukarela Pembela Negara atau PETA) pembentuan ini bertujuan untuk
mempertahankan wilayah yang telah berhasil dikuasai oleh Jepang. Ada juga
sistem baru yang disebut torigumi (rukun tetangga), berapa torigami ini
digabungkan dalam ku (desa atau bagian kota) dengan tujuan untuk membangun
pertahanan masyarakat secara gotong royong.
3.
Latar
Belakang Yuridis
Sebagaimana kita ketahui
diumumkanya Osamu seirei atau
undang-undang No. 1 tahun 1942 tentang menjalankan pemerintahan Balatentara
Jepang sebagaimana pasal (6-7). Dalam
UU ini ditentukan bahwa “balatentara Jepang untuk sementara melangsungkan
pemerintah militer di daerah-daerah yang telah didukinya. Selanjutnya
ditentukan bahwa semua badan-badan pemerintahan dengan kekuasaanya, hukum dan
undang-undang dari Pemerintah Hindia Belanda untuk semetara waktu tetap diakui
sah asalkan tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer Jepang”.
B.
Sistem Pemerintahan Militer Jepang
·
Gunshireikan : Panglima
tentara- Panglima tertinggi-Saiko Shikikan-Pitoshi Immamura
·
Gunbaikan : Kepala
Pemerintahan Militer- Kepala staf Tentara-Mayjen Seizaburo Okasaki
·
Gunseikanbu : Staf
pemerintahan militer pusat terdiri dari
1. Somubu (Departemen urusan umum).
2. Zaimabu (Departemen keuangan).
3. Sangyobu (Departemen perusahaaan, industri, kerajinan
tangan dan ekonomi).
4. Kotsubu (Departemen lalu lintas)
5. Shihobu (Departemen kehakiman)
·
Gunseibu : (Koordinator
pemerintahan militer stempat-Gubernur terdiri: Jabar berkedudukan di Bandung,
Jateng berkedudukan di Semarang, dan Jatim berkedudukan di Surabaya.
Berdasarkan
apa yang dijelaskan diatas dapat dijabarkan bahwa Pemerintahan Militer itu
terdiri atas Gunseireikan (Panglima Besar Balatentara Jepang, kemudian disebut
Saiko sikikan) sebagai pucuk pimpinanya, dibawah pejabat ini terdapat Gunseikan
(Pembesar pemerintah Balatentara Jepang) dan Kepala-kepala berbagai Departemen
misalnya Somubu (Departemen urusan umum), Zaimabu (Departemen keuangan), Sangyobu
(Departemen perusahaaan, industri, kerajinan tangan dan ekonomi), Kotsubu
(Departemen lalu lintas), hihobu (Departemen kehakiman).
C.
Hubungan Antar Lembaga Negara pada masa
Pemerintahan Jepang
1.
Syuu dan Tokubetsu Si
Syu dan Tokubetsu Si kemudian ditetapkan Undang-undang
1942/28 tentang aturan pemerintahan Syuu dan aturan pemerintahan Tokubetsu Si (KP
1,p.8-10). Sedang Ken dan Si ditetapkan Osamu Seirei 1943/12 tentang Ken dan Si
(KP 18,p.4) dan Osamu Seirei 1943/13 tentang peraturan daerah Ken dan Si (KP
18,p.5-6) serta peraturan Zi-Sei-Hi-No. 1616 (Peraturan Keuangan Ken dan Si)
(KP 16, p. 10).
Dalam garis besarnya peraturan-peraturan diatas memuat
ketentuan-ketentuan pokok yang berikut :
a.
Syuu merupakan daerah tingkat teratas yang mempunyai pemeritahan sendiri
sebagai suatu kesatuan dalam masa pemerintahan militer Jepang. Syuu membawahkan
ken dan Si dalam lingkungan wilayahnya. Tokubetsu Si mempunyai kedudukan yang
lebih-kurang sama seperti Syuu, karena itu tidak berada dibawah sesuatu Syuu,
melainkan langsung dibawah Gunseikan.
b.
Untuk masing-masing daerah itu diangkat seorang kepala daerah (Syuutyookan,
Tokubetsu Sityoo, Kentyoo, dan Sityoo).
c.
Sepanjang tidak diubah oleh Pemerintahan Balatentetara Jepang,
ketentuann-ketentuan dalam Regentschapsordonnantie dan Stadsgemeente-ordonantie
dulu tetap berlaku bagi Ken dan Si (termasuk Tokubetsu Si).
d.
Wewenang-wewenang yang dulu dijalankan oleh raad dan college pemerintah
harian dan stadsgemente kini ssemuanya dijalankan oleh Kentyoo dan Sityoo, jadi
yang dianut adalah Sistem pemerintahan tunggal oleh satu orang.
e.
Sistem pemerintahan tunggal tanpa dewan-dewan perwakilan rakyat
dilaksanakan secara konsekuen sampai September 1943.Dalam bulan tersebut
ditetapkan peraturan yang mengatur pembentukan dewan-dewan baik di pusat maupun
didaerah yang berfungsi sebagai badan penasihat bagi pejabat tunggal itu. Tapi
dalam lingkungan pemerintahan daerah dewan ini hanya diadakan Syuu dan
Tokubetsu Si (Osamu Seirei 1943/37 tentang Syuu dan Tokubetsu Si Sangikai, KP
26,p.9-10).
f.
Si menyelanggarakan segala urusanpemerintahan dalam lingkungan wilayahnya.
Urusan pemerintahan umum (pangreh praja) yang dalam stadsgemente dulu diurus
oleh regent dan pejabat-pejabat bawahanya kini dipegang oleh Sityoo.
g.
Pengawasan terhadap daerah-daerah otonom yang dulu dipegang oleh
Gouverneur-General dan aparatur peemerintahan provincie kini semuanya dilakukan
oleh Gunseikan.
Demikianlah
hubungan tata pemerintahan pada zaman pendudukan Jepang sejak tahun 1942 sampai
Agustus 1945.
D.
Efektifitas Pelaksanaan Pemerintahan Pendudukan
Jepang
Mengenai
pembahasan tentang efektifitas dalam pelaksanaan pe-merintahan pada masa pendudukan Balatentara Jepang yang berkuasa di
Indonesia dari 1942 sampai 1945 dinilai banyak yang tidak berhasil ini dilihat
dari gerakan 3 A yang tidak berhasil mencapai tujuan-tujuanya. Dan Propaganda
nya ditangani secara keras sehingga pada masa awal pendudukanya pun hanya sedikit orang
Indonesia yang menanggapinya secara serius. Jepang yang menggantikan penjajahan
di bumi Indonesia dari Belanda, di bidang pemerintahan pada prisipnya masih meneruskan
dilaksanankanya asas dekonsentrasi sebaagaimana dilaksanakan oleh pemerintah
Hindia Belanda dengan hanya menggunakan perobahan-perobahan antara lain :
nama-nama daerah beserta pejabatnya diganti dengan bahasa Jepang;
jabatan-jabatan yang semula diduki oleh orang-orang Belanda digantikan oleh
pembesar –pembesar Jepang, sedangkan bangsa Indonesia hanya diberi kesempatan
sedikit mungkin; wilayah Provinsi beserta Gubernur nya baik di Jawa maupun di
luar Jawa dihapus; Afdeling beserta
Asisten residenya di Jawa dihapus.
Jika melihat dari sistem pemerintahan pada masa
pendudukan Jepang, kita dapat melihat bahwa pada masa pemerintahan pendudukan
Jepang tidak efektif ini bisa kita lihat sebab tidak banyak nya yang berubah
dari sistem pemerintahan Belanda pada masa menjajah Indonesia dan sama-sama
hanya ingin menyengsarakan rakyat Indonesia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem Pemerintahan Pendudukan Jepang yang mulai efektif
sejak tanggal 9 Maret 1942 sampai tahun 1945 pada umumnya tetap meneruskan
sistem pemerintahan Hindia Belanda. Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
kebijakan Politik Jepang tidak efektif karena pada dasarnya mmpunyai dua prioritas yakni :
a) menghapus pengaruh barat dikalangan rayat, dan b) memobilisasi mereka demi
kemenangan tentara Jepang tidak berbeda jauh dengan tujuan Belanda untuk
menguasai bumi Indonesia yang banyak menyengsarakan rakyat Indonesia dengan
sistem-sistem pemerintahan yang diterapkanya, Walaupun selama pemerintahan
militer Jepang berkuasa di Indonesia, banyaklah dikeluarkan peraturan-peraturan
baru dan tambahan peraturan-peraturan lainya, akan tetapi peraturan-peraturan
yang dibuat oleh pemerintah militer Jepang pada hakekatnya sekarang tidak
berlaku lagi.
Daftar
Pustaka
C.ST.Kansil. 1983. Praktek Hukum Peraturan
Perundangan Di Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Soehino. 1991. Perkembangan
Pemerintahan Di Daerah. Yogyakarta: Liberty
The Liang Gie. 1993.
Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Negara Republik Indonesia. Yogyakarta:
Liberty
Irawan Soejito. 1976.
Sejarah Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Pradya Paramita
Danang tanjung Laksono dan Kusumo Ekowati. 2012. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia.
Sukaharjo : Pustaka Abadi Sejahtera
Sri Soemantri Martosoewingyo.1987. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi.Bandung: Kotak Pos 272
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah pemerintahan di Indonesia dapat
dikelompokkan dari masa Kolonial Belanda, masa penjajahan Jepang sampai masa
Reformasi. Dari masa-masa tersebut banyak terjadi perubahan-perubahan terutama
sistem pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan Jepang bermula dengan kekalahan yang dialami Belanda yang tak mampu
mempertahankan Indonesia kemudian menyerah pada tanggal 7 Mei 1942. Penyerahan
ini dilakukan oleh Gubernur Jenderal Belanda Tjarda van Stachhouwer dan
jenderal Ter Poorten kepada letnan Jenderal Hitoshi Immamura di Kalijati.
Penyerahan ini mulai berlaku secara efetif pada 9 Maret 1942.
Sebagaimana
kita ketahui Penjajahan Jepang tidak
berbeda dengan penjajahan yang dilakukan Belanda. Dalam perkembanganya banyak
sistem-sistem yang merugikan bangsa Indonesia dan tidak sedikit dari sistem
pemerintahan nya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Untuk
lebih jelasnya mengenai sistem pemerintahan pada masa penjajahan jepang
akan dibahas dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Untuk mempermudah penulis dalam
membahas makalah ini, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang menjadi latar belakang
pemerintahan Jepang?
2. Bagaimana sistem kelembagaan negara pada
masa Pemerintahan Jepang?
3. Bagaimana hubungan antar lembaga negara
pada masa Pemerintahan Jepang?
4. Bagaimana efektivitas pelaksanaan
pemerintahan Jepang?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Orde Lama
1.
Latar
Belakang Sejarah
Jika kita membicarakan tentang latar
belakang sejarah pemerintahan
Jepang, hal itu tidak lepas dari kedatangan tentara Jepang yang awalnya
disambut gembira oleh masyarakat Indonesia yang dikira akan membebaskan rakyat
Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda dengan membentuk Gerakan Jepang di
Indonesia dikenal dengan sebutan 3A (Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia,
Nippon Pemimpin Asia). Gerakan Jepang ini dapat menarik simpati bangsa
Indonesia untuk mengusir bangsa Belanda yang berkuasa di Indonesia, Kemudian
Jepang pun mendarat di Teluk Banten, Eretan wetan, dan Kragan untuk merebut
Batavia dari Bandung.
Pada
perkembanganya setelah kemenangan, Jepang membagi wilayah Administratif
Indonesia menjadi 3 daerah yang masing-masingnya dipegang oleh angkatan darat
(Rikugun) dan angkatan laut (Kaigun). 3 daerah itu adalah Wilayah
bekas Hindia Belanda kemudian dibagi dalam tiga daerah pemerintahan, yaitu
pemerintah militer angkatan darat berkedudukan di Jakarta untuk Jawa-Madura,
pemerintah militer angkatan darat berkedudukan di Bukit Tinggi untuk Sumatra,
dan akhirnya pemerintah militer angkatan laut berkedudukan di Makasar untuk
daerah yang meliputi Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian
Barat.
Ketiga wilayah
militer Jepang dibawah komando Panglima Besar Tentara Jepang untuk wilayah Asia
Tenggara yang berkedudukan di Saigon, Vietnam.
Keterangan-keterangan
tentang sistem pemerintahan yang di pakai oleh balatentara Jepang, hanya
didapatkan di Jawa. Hal ini tidak mengherankan, karena pada masa pemerintahan
Hindia Belanda, Jawalah yang mempunyai organisasi departemental, sedang di
Bukittinggi atau diujungpandang hanya didapatkan suatu organisasi gewestejlijk
saja.
Untuk mencegah
timbulnya suatu vacum pemerintahan, maka dalam pasal 3 Osamu Seirei 1942 No. 1
ditentukan, bahwa semua badan-badan pemerintahan dan kekuasaanya, hukum dan
undang-undang dari pemerintah yang dahulu ( pemerintah Hindia Belanda) tetap
diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan aturan
pemerintahan militer.
2.
Latar
Belakang Politis
Sesuai dengan politik pemerintahan pendudukan Bala
Tentara Jepang, Indonesia dibagi menjadi tiga daerah yaitu :
1.
Daerah yang meliputin pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Angkatan darat,
yang berkedudukan di Jakarta.
2.
Daerah yang meliputi pulau Sumatra berada di bawah kekuasaan angkatan
Darat, yang berkedudukan di Bukittinggi.
3.
Daerah-daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut, yang
berkedudukan di Makassar.
Sejak tanggal 8 Agustus 1942 seluruh Jawa dan Madura,
kecuali Kooti (Vorstenlanden) surakarta dan yogyakarta, secara administratif
dibagi dalam :
a.
Syuu (yang dapat dinamakan Gewest dahulu); Syuu dibagi dalam Ken dan Si
b.
Ken dan Si (yang masing-masing dapat disamakan dengan Regentschap atau
Kabupaten dan Stadsgemeente dahulu); Ken dibagi dalam Gun.
c.
Gun (yang dapat disamakan dengan District atau Kawedanan dahulu); Gun
dibagi dalam Son.
d.
Son (yang dapat disamakan dengan Onderdistricht atau Kecamatan dahulu); Son
dibagi dalam Ku
e.
Ku (yangg dapat disamakan dengan Indonesische Gemeente atau Desa dahulu.
Dari
pembagian diatas, tampaklah bahwa Provincie sebagai daerah otonoom tidak
dilangsungkan. Hal ini terbukti dengan dibubarkanya dewan-dewan pada
daerah-daerah otonom. Namun demikian Kabupaten dan Kotapraja berjalan terus
tanpa adanya dewan, semuanya dijalankan oleh (Kenco) dan Walikota (Sico).
Dengan demikian, maka :
a.
Wali Kota (Sico) selain mengurus urusan rumah tangga serta tantra Si, ia
mengurus pula urusan Pamong Praja di dalam Si tersebut (dualistis).
b.
Secara administrasi, Si tidak lagi merupakan wilayah jabatan Ken-co sebagai
organ pemerintah Pusat dari Ken yang melingkupi wilayah si itu, akan tetapi
menjadi wilayah-jabatan Sico itu sendiri dalam kedudukanya sebagai organ
Pemerintah Pusat.
c.
Urusan Pemerintahan yang dahulu diurus oleh regent, districts hoofd,
onderdistrichtshoofd, lurah atau kepala kampung (wijkmeester), masing-masing
dalam daerah Si masuk kekuasaan sico.
Jepang
juga mengangkat tokoh-tokoh politik Indonesia seperti Husein Djajadiningrat,
Sutardjo Kartohadikersoemo,R.M.Soerjo, dan Prof.Soepomo. Hal ini dilakukan untu
menarik simpati masyarakat Indonesia demi memnuhi kebutuhan Jepang akan
pegawai. Selain itu, dibentuk juga organisasi paramiliter seperti keibodan
(Barisan Pembantu Polisi), seinendan (Barisan Pemuda), Bui Giyugun (Tentara
Sukarela Pembela Negara atau PETA) pembentuan ini bertujuan untuk
mempertahankan wilayah yang telah berhasil dikuasai oleh Jepang. Ada juga
sistem baru yang disebut torigumi (rukun tetangga), berapa torigami ini
digabungkan dalam ku (desa atau bagian kota) dengan tujuan untuk membangun
pertahanan masyarakat secara gotong royong.
3.
Latar
Belakang Yuridis
Sebagaimana kita ketahui
diumumkanya Osamu seirei atau
undang-undang No. 1 tahun 1942 tentang menjalankan pemerintahan Balatentara
Jepang sebagaimana pasal (6-7). Dalam
UU ini ditentukan bahwa “balatentara Jepang untuk sementara melangsungkan
pemerintah militer di daerah-daerah yang telah didukinya. Selanjutnya
ditentukan bahwa semua badan-badan pemerintahan dengan kekuasaanya, hukum dan
undang-undang dari Pemerintah Hindia Belanda untuk semetara waktu tetap diakui
sah asalkan tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer Jepang”.
B.
Sistem Pemerintahan Militer Jepang
·
Gunshireikan : Panglima
tentara- Panglima tertinggi-Saiko Shikikan-Pitoshi Immamura
·
Gunbaikan : Kepala
Pemerintahan Militer- Kepala staf Tentara-Mayjen Seizaburo Okasaki
·
Gunseikanbu : Staf
pemerintahan militer pusat terdiri dari
1. Somubu (Departemen urusan umum).
2. Zaimabu (Departemen keuangan).
3. Sangyobu (Departemen perusahaaan, industri, kerajinan
tangan dan ekonomi).
4. Kotsubu (Departemen lalu lintas)
5. Shihobu (Departemen kehakiman)
·
Gunseibu : (Koordinator
pemerintahan militer stempat-Gubernur terdiri: Jabar berkedudukan di Bandung,
Jateng berkedudukan di Semarang, dan Jatim berkedudukan di Surabaya.
Berdasarkan
apa yang dijelaskan diatas dapat dijabarkan bahwa Pemerintahan Militer itu
terdiri atas Gunseireikan (Panglima Besar Balatentara Jepang, kemudian disebut
Saiko sikikan) sebagai pucuk pimpinanya, dibawah pejabat ini terdapat Gunseikan
(Pembesar pemerintah Balatentara Jepang) dan Kepala-kepala berbagai Departemen
misalnya Somubu (Departemen urusan umum), Zaimabu (Departemen keuangan), Sangyobu
(Departemen perusahaaan, industri, kerajinan tangan dan ekonomi), Kotsubu
(Departemen lalu lintas), hihobu (Departemen kehakiman).
C.
Hubungan Antar Lembaga Negara pada masa
Pemerintahan Jepang
1.
Syuu dan Tokubetsu Si
Syu dan Tokubetsu Si kemudian ditetapkan Undang-undang
1942/28 tentang aturan pemerintahan Syuu dan aturan pemerintahan Tokubetsu Si (KP
1,p.8-10). Sedang Ken dan Si ditetapkan Osamu Seirei 1943/12 tentang Ken dan Si
(KP 18,p.4) dan Osamu Seirei 1943/13 tentang peraturan daerah Ken dan Si (KP
18,p.5-6) serta peraturan Zi-Sei-Hi-No. 1616 (Peraturan Keuangan Ken dan Si)
(KP 16, p. 10).
Dalam garis besarnya peraturan-peraturan diatas memuat
ketentuan-ketentuan pokok yang berikut :
a.
Syuu merupakan daerah tingkat teratas yang mempunyai pemeritahan sendiri
sebagai suatu kesatuan dalam masa pemerintahan militer Jepang. Syuu membawahkan
ken dan Si dalam lingkungan wilayahnya. Tokubetsu Si mempunyai kedudukan yang
lebih-kurang sama seperti Syuu, karena itu tidak berada dibawah sesuatu Syuu,
melainkan langsung dibawah Gunseikan.
b.
Untuk masing-masing daerah itu diangkat seorang kepala daerah (Syuutyookan,
Tokubetsu Sityoo, Kentyoo, dan Sityoo).
c.
Sepanjang tidak diubah oleh Pemerintahan Balatentetara Jepang,
ketentuann-ketentuan dalam Regentschapsordonnantie dan Stadsgemeente-ordonantie
dulu tetap berlaku bagi Ken dan Si (termasuk Tokubetsu Si).
d.
Wewenang-wewenang yang dulu dijalankan oleh raad dan college pemerintah
harian dan stadsgemente kini ssemuanya dijalankan oleh Kentyoo dan Sityoo, jadi
yang dianut adalah Sistem pemerintahan tunggal oleh satu orang.
e.
Sistem pemerintahan tunggal tanpa dewan-dewan perwakilan rakyat
dilaksanakan secara konsekuen sampai September 1943.Dalam bulan tersebut
ditetapkan peraturan yang mengatur pembentukan dewan-dewan baik di pusat maupun
didaerah yang berfungsi sebagai badan penasihat bagi pejabat tunggal itu. Tapi
dalam lingkungan pemerintahan daerah dewan ini hanya diadakan Syuu dan
Tokubetsu Si (Osamu Seirei 1943/37 tentang Syuu dan Tokubetsu Si Sangikai, KP
26,p.9-10).
f.
Si menyelanggarakan segala urusanpemerintahan dalam lingkungan wilayahnya.
Urusan pemerintahan umum (pangreh praja) yang dalam stadsgemente dulu diurus
oleh regent dan pejabat-pejabat bawahanya kini dipegang oleh Sityoo.
g.
Pengawasan terhadap daerah-daerah otonom yang dulu dipegang oleh
Gouverneur-General dan aparatur peemerintahan provincie kini semuanya dilakukan
oleh Gunseikan.
Demikianlah
hubungan tata pemerintahan pada zaman pendudukan Jepang sejak tahun 1942 sampai
Agustus 1945.
D.
Efektifitas Pelaksanaan Pemerintahan Pendudukan
Jepang
Mengenai
pembahasan tentang efektifitas dalam pelaksanaan pe-merintahan pada masa pendudukan Balatentara Jepang yang berkuasa di
Indonesia dari 1942 sampai 1945 dinilai banyak yang tidak berhasil ini dilihat
dari gerakan 3 A yang tidak berhasil mencapai tujuan-tujuanya. Dan Propaganda
nya ditangani secara keras sehingga pada masa awal pendudukanya pun hanya sedikit orang
Indonesia yang menanggapinya secara serius. Jepang yang menggantikan penjajahan
di bumi Indonesia dari Belanda, di bidang pemerintahan pada prisipnya masih meneruskan
dilaksanankanya asas dekonsentrasi sebaagaimana dilaksanakan oleh pemerintah
Hindia Belanda dengan hanya menggunakan perobahan-perobahan antara lain :
nama-nama daerah beserta pejabatnya diganti dengan bahasa Jepang;
jabatan-jabatan yang semula diduki oleh orang-orang Belanda digantikan oleh
pembesar –pembesar Jepang, sedangkan bangsa Indonesia hanya diberi kesempatan
sedikit mungkin; wilayah Provinsi beserta Gubernur nya baik di Jawa maupun di
luar Jawa dihapus; Afdeling beserta
Asisten residenya di Jawa dihapus.
Jika melihat dari sistem pemerintahan pada masa
pendudukan Jepang, kita dapat melihat bahwa pada masa pemerintahan pendudukan
Jepang tidak efektif ini bisa kita lihat sebab tidak banyak nya yang berubah
dari sistem pemerintahan Belanda pada masa menjajah Indonesia dan sama-sama
hanya ingin menyengsarakan rakyat Indonesia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem Pemerintahan Pendudukan Jepang yang mulai efektif
sejak tanggal 9 Maret 1942 sampai tahun 1945 pada umumnya tetap meneruskan
sistem pemerintahan Hindia Belanda. Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
kebijakan Politik Jepang tidak efektif karena pada dasarnya mmpunyai dua prioritas yakni :
a) menghapus pengaruh barat dikalangan rayat, dan b) memobilisasi mereka demi
kemenangan tentara Jepang tidak berbeda jauh dengan tujuan Belanda untuk
menguasai bumi Indonesia yang banyak menyengsarakan rakyat Indonesia dengan
sistem-sistem pemerintahan yang diterapkanya, Walaupun selama pemerintahan
militer Jepang berkuasa di Indonesia, banyaklah dikeluarkan peraturan-peraturan
baru dan tambahan peraturan-peraturan lainya, akan tetapi peraturan-peraturan
yang dibuat oleh pemerintah militer Jepang pada hakekatnya sekarang tidak
berlaku lagi.
Daftar
Pustaka
C.ST.Kansil. 1983. Praktek Hukum Peraturan
Perundangan Di Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Soehino. 1991. Perkembangan
Pemerintahan Di Daerah. Yogyakarta: Liberty
The Liang Gie. 1993.
Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Negara Republik Indonesia. Yogyakarta:
Liberty
Irawan Soejito. 1976.
Sejarah Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Pradya Paramita
Danang tanjung Laksono dan Kusumo Ekowati. 2012. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia.
Sukaharjo : Pustaka Abadi Sejahtera
Sri Soemantri Martosoewingyo.1987. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi.Bandung: Kotak Pos 272
0 komentar:
Posting Komentar