’BAB
I
LATAR BELAKANG ORDE LAMA
A.
Latar Belakang Sejarah
Jika kita membicarakan tentang
latar belakang sejarah pemerintahan Jepang
maka hal itu tidak lepas dari penjajahan
Balanda. Hal ini berawal dari munculnya
tuntutan dari rakyat Indonesia untuk kembali kedalam bentuk Negara Kesatuan
karena bentuk Negara Federal pada masa pemerintahan Negara RIS (Republik
Indonesia Serikat) dirasa bukanlah bentuk negara yang berakar kepada kehendak
rakyat.
Untuk mengatasi hal ini maka
diadakanlah musyawarah antara pemerintah Negara RIS dengan pemerintah Negara RI
yang berhasil menetapkan sebuah keputusan bahwa dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya untuk melaksanakan bentuk Negara Kesatuan dan
memberlakukan UUDS 1950 sebagai konstitusi penganti daripada konstitusi
Republik Indonesia Serikat. Karena sifat UUDS 1950 adalah sementara maka
dibentuklah suatu badan konstituante yang bersama-sama dengan pemerintah akan
membentuk sebuah Undang-Undang Dasar yang tetap sebagai pengganti Undang-Undang
Dasar Sementara 1950.
Setelah bekerja kurang lebih dua
setengah tahun ternyata badan konstituante ini tidak berhasil menentukan sebuah
Undang-uUndang Dasar. Karena badan konstituante dianggap gagal dalam
menjalankan tugasnya sehingga dapat menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang
membahayakan persatuan dan keselamatan Negara, maka untuk mengatasi hal
tersebut diatas presiden republik Indonesia pada tanggal 5 Juli 1959
mengeluarkan sebuah dekrit yang isinya :
a. Pembubaran Konstitusnte;
b. Berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya
UUDS 1950;
c. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
(http://id.wikipedia.org/wiki/Dekrit_Presiden_5_Juli_1959).
Dari dikeluarkanya dekrit presiden
ini maka secara tidak langsung dapat kita ketahui bahwa hanya UUD 1945 yang
merupakan undang-undang yang cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia. Seperti
yang dikatakan Drs. Inu Kencana Syafiie bahwa UUD 1945 adalah undang-undang
yang berusaha menjaga persatuan ditengah-tengah kebinekaan bangsa Indonesia
karena didalamnya ada bebarapa ketentuan yang membuat kuatnya kekuasaan
presiden yang terasa deperlukan dalam kebinekaan untuk menghindari munculnya
keseparatisan propinsialisme (Syafii, 1994:38).
Pada tanggal 17 agustus 1959,
presiden Soekarno dalam pidato hari kemerdekaan memberikan amanat yang berjudul
: “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang kemudian disebut sebagai “Manifesto Politik”.
Pidato tersebut oleh DPAS dengan keputusannya No. 3/Kpts/Sd.II/59 diputuskan
bahwa “Manifesto Politik Republik Indonesia 17 Agustus 1959 adalah Garis-garis Besar
Haluan Negara” (Joeniarto, 2001: 103). Kemudian manifesto politik ini oleh
presiden diajukan kepada DPR sebagai garis-garis besar haluan Negara, setelah
manifesto politik disetujui oleh DPR
sebagai GBHN maka sistem pemerintahan presiden Soekarno ini berjalan dengan sistem
pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang kemudian disebut sebagai sistem
pemerintahan Orde Lama.
B.
Latar Belakang Politis
Pemilu dilaksanakan pada tahun
1955, tepatnya pada tanggal 29 September untuk memilih anggota parlemen dan 15 Desember
1955 untuk memilih badan konstitusi. Partai politik yang paling dominan masuk
dalam kabinet antara lain; Masyumi, PNI, NU, dan PKI. Pada masa orde lama,
keberadaan Nasakom (nasionalisme, agama, komunis) dalam partai politik
berpengaruh terhadap jalannya pemerintahan. Apalagi dengan adanya
ekstrakonstitusional yaitu membentuk suatu Fron Nasional yang malah
dimanfaatkan pihak komunis untuk menebarkan jaringannnya di Indonesia. Semakin
lama pihak komunis semakin berkembang karena mendapat posisi yang dominan dalam
partai.
Setelah dikeluarkannya dekrit 1959,
pada saat itu pula kita mengenal manifesto politik yang dijadikan sebagai
pedoman dalam berpolitik terutama politik luar negeri. Sebagaimana yang
dirumuskan Poesponegoro dan Notosusanto (1992:340-341) yang menjadi landasan
politik luar negeri berdasarkan dokumen-dokumen yang ada, antara lain :
a.
Undang-Undang
Dasar 1945
b.
Amanat
Presiden atau panglima tertinggi
angkatan perang pada tanggal 17 agustus 1959 yang berjudul “ penemuan kembali
revolusi kita “ dan dikenal sebagai
“manifesto politik republic Indonesia “ melalui
ketetapan MPRS No.1/MPRS/1/1960
c.
Amanat
presiden tanggal 17 agustus 1960 yang terkenal dengan nama “ jalannya revolusi
kita “ yang dijadikan “ pedoman pelaksanaan manifesto politik republic
Indonesia “ melalui ketetapan MPRS No.1/MPRS/1960
d.
Pidato
presiden tanggal 30 september 1960 dalam siding umum PBB yang berjudul “ To
Build The World a New “ yang dengan ketetapan MPRS No.1/MPRS/1960 ditetapkan
sebagai pedoman pelaksanaan manifesto politik Republik Indonesia dan dengan
keputusan DPA No.2/Kpts/Sd/1961, dinyatakan sebagai “ Garis-Garis Besar Politik
luar negeri republic Indonesia “ dan sebagai “ pedoman pelaksanaan manifesto
politik republic Indonesia.
C.
Latar belakang Ideologis
Dari awal proklamasi kemerdekaan
republik Indonesia dibentuklah suatu dasar Negara yaitu Pancasila yang
sekaligus dijadikan ideology Negara. Dapat dikatakan bahwa pancasila dijadikan
suatu pandangan atau rakyat Indonesia dalam mencapai cita-cita bangsa maupun
dalam menjalankan kehidupannya. Semua itu harus sesuai dengan nilai-nilai
pancasila. Dalam sistem pemerintahan pada masa orde lama ini, terdapat
penyelewengan terhadap pancasila yaitu, tergabungnya pihak komunis dalam partai
politik, kekuasaan presiden yang cenderung otoriter, dan keputusan-keputusan yang tidak sesuai dengan
UUD 1945.
D.
Latar Belakang Yuridis
Sebagaimana kita ketahui
dikeluarkannya dekrit tidak didasarkan pada Undang-undang dasar sementara. Menurut
Prof. Mr. Muh. Yamin sebagaimana dikutip Joeniarto (2001:105), dasar dari tindakan dekrit ialah “Hukum Darurat”. Didalam bukunya
: “Pembahasan undang-undang dasar republic indonesia”, antara lain
mengungkapkan :
Karena tidak berhasilnya pekerjaan konstituante di
kota bandung maka presiden “terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk
menyelamatkan Negara proklamasi”, yaitu menetapkan dengan dekrit, bahwa sejak 5
juli 1959: Undang-undang dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia. perkataan terpaksa membawa kita kepada
pemakaian hukum darurat.
Dapat disimpulkan bahwa dekrit
presiden 5 juli 1959 merupakan suatu tindakan darurat yang di dukung oleh
seluruh rakyat Indonesia. Dengan kembali ke UUD 1945 ini maka yang menjadi
landasan hokumnya yaitu pancasila dan UUD 1945.
BAB II
SISTEM KELEMBAGAAN ORDE LAMA
1.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Pada masa orde lama MPR
masih bersifat sementara atau lebih dikenal dengan MPRS. MPRS terdiri atas Anggota
DPR, Utusan Daerah, dan Golongan – Golongan.
MPRS juga mempunyai
wewenang, yakni :
a. Memegang kekuasaan tertinggi dan
pelaksanaan kedaulatan rakyat.
b. Menetapkan Undang - Undang Dasar
c. Menetapkan Garis – Garis Besar dari pada
Haluan Negara
d. Mengangkat Presiden Dan Wakil Presiden
e. Memberikan mandat kepada kepada presiden
untuk melaksanakan GBHN
f. Menarik mandat dari presiden apabila
melanggar haluan Negara sebagaimana di tetapkan dalam UUD dan GBHN
(Wahjono,1986:31).
2. Presiden
Presiden pada masa ini
tidak dipilih langsung oleh rakyat. Oleh sebab itu, syarat khususnya hanya
orang Indonesia asli. Maka setiap warga akan dapat menjadi kepala asal dapat
memenuhi kualifikasi tersebut dalam pandangan lembaga pemegang kekuasaan
tertinggi dalam Negara yang berhak mengangkatnya
Presiden mempunyai wewenang, diantaranya yaitu
:
a. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut
UUD 1945
(Kepala kekuasaan eksekutif dalam Negara)
(Kepala kekuasaan eksekutif dalam Negara)
b. Menetapkan APBN bersama-sama DPR
c. Membentuk undang-undang dengan
persetujuan DPR
d. Menetapkan peraturan pemerintah
e. Menetapkan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa
f. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas
AD, AL, dan AU serta wewenang presiden yang lain yang diatur dalam UUD 1945
(Wahjono,1986:31-32).
3. Dewan
Perwakilan Rakyat
Setelah dibubarkan DPR yang dipilih melalui Pemilu
tahun 1955, pada masa orde lama ini berganti nama menjadi DPR-GR. Tugas dan
wewenang DPR-GR ini sudah diatur dalam
UUD 1945, antara lain :
a. Bersama presiden membentuk undang-undang
b. Mengawasi tindakan presiden dalam rangka
pelaksanaan haluan Negara
c. Menetapkan undang-undang APBN bersama
presiden
d. Berhak mengajukan rancangan
undang-undang
e. Meminta hasil pemeriksaan BPK (Wahjono,
1986:32).
4. Dewan Pertimbangan Agung
Untuk melaksanakan dekrit 5 juli 1959, maka dibentuklah
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Berdasar Undang-undang Nomor 3 tahun
1967, tugas dewan pertimbangan agung ialah :
a. Berkewajiban memberi jawab atas
pertanyaan presiden
b. Berhak mengajukan usul dan berkewajiban
mengajukan pertimbangan kepada presiden (Joeniarto, 2001:126)
5. Badan Pemeriksa Keuangan
A.
Hubungan Antar Lembaga Negara pada masa Orde Lama
Wahjono (1986:33-34) merumuskan beberapa prinsip
yang menunjukan hubungan antar lembaga-lembaga tinggi Negara, yaitu :
1.
Presiden
adalah mandataris MPR
2.
Presiden
bekerja sama dengan DPR
3.
Presiden
meminta pertimbangan kepada DPA
4.
DPR
mengawasi Pemerintah dalam pelaksanaan haluan Negara
5.
DPR
adalah bagian dari MPR
6.
DPR
mendapat hasil pemeriksaan BPK terhadap pelaksanaan APBN
7.
BPK
bukan badan yang diatas pemerintah
8.
Mahkamah
agung ialah kekuasaan yang merdeka yang terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya.
Pada masa orde lama
ini, hubungan antar lembaga Negara dapat dikatakan kurang harmonis. Hal ini
dapat dibuktikan dengan dibubarkannya DPR oleh presiden akibat tidak menyetujui
kebijakan APBN.
B.
Efektifitas Pelaksanaan Pemerintahan Orde Lama
Mengenai pembahasan tentang efektifitas dalam
pelaksanaan pemerintahan pada masa orde lama maka hal ini terkait dengan
mekanisme penyelenggaraan Negara pada masa orde lama. Dalam penyelenggaraan
Negara pada masa orde lama pemerintah seringkali dalam pelaksanaannya tidak
sesuai dengan undang-undang dasar 1945. Hal ini dibuktikan dengan beberapa
tindakan seperti dibubarkannnya DPR oleh presiden. Selain itu juga terjadi
dualism jabatan dimana ir. Soekarno selain menjabat sebagai seorang presiden,
beliau juga menjabat sebagai ketua DPAS yang telah dibentuk presiden berdasarkan
penetapan presiden No. 3 tahun 1959.
Pada masa pemerintahan orde lama ini dalam
pelaksanaan pembentukan anggota DPR juga tidak sesuai dengan UUD 1945. Karena
dalam pembentukan anggota DPR tidaklah dengan melalui pemilu akan tetapi masih berdasarkan
penunjukan presiden.
Jika
melihat dari bebrapa permasalahan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
pelaksanaan pemerintahan pada masa orde lama tidaklah efektif sebab masih
banyak penyelewengan terhadap UUD 1945 dan masih banyaknya perubahan dalam
susunan kelembagaan Negara.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem
pemerintahan di Indonesia telah banyak mengalami perubahan dari masa kolonial
sampai masa reformasi. Dalam sistem pemerintahan orde lama memiliki sejarah
yang menyatakan untuk kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Dapat disimpulkan bahwa alat kelengkapan negaranya atau lebih dikenal saat ini
adalah lembaga-lembaga negaranya tidak berbeda jauh dari UUD RI yang terdiri
dari MPR, Presiden, DPR, DPA, BPK, dan MA. Dalam kelembagaan tersebut,
antarlembaga saling berhubungan satu dengan lain. Dalam pelaksanaan
pemerintahan pada masa orde lama ini juga dapat dikategorikan tidak efektif
karena masih banyak penyelewengan terhadap UUD 1945 dan Perubahan dalam susunan
kelembagaan Negara.
0 komentar:
Posting Komentar