Sabtu, 17 Mei 2014

ORDE LAMA



BAB I
LATAR BELAKANG ORDE LAMA

A.      Latar Belakang Sejarah
Jika kita membicarakan tentang latar belakang sejarah pemerintahan Jepang maka hal itu tidak lepas dari penjajahan Balanda. Hal ini berawal dari munculnya tuntutan dari rakyat Indonesia untuk kembali kedalam bentuk Negara Kesatuan karena bentuk Negara Federal pada masa pemerintahan Negara RIS (Republik Indonesia Serikat) dirasa bukanlah bentuk negara yang berakar kepada kehendak rakyat.
Untuk mengatasi hal ini maka diadakanlah musyawarah antara pemerintah Negara RIS dengan pemerintah Negara RI yang berhasil menetapkan sebuah keputusan bahwa dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk melaksanakan bentuk Negara Kesatuan dan memberlakukan UUDS 1950 sebagai konstitusi penganti daripada konstitusi Republik Indonesia Serikat. Karena sifat UUDS 1950 adalah sementara maka dibentuklah suatu badan konstituante yang bersama-sama dengan pemerintah akan membentuk sebuah Undang-Undang Dasar yang tetap sebagai pengganti Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
Setelah bekerja kurang lebih dua setengah tahun ternyata badan konstituante ini tidak berhasil menentukan sebuah Undang-uUndang Dasar. Karena badan konstituante dianggap gagal dalam menjalankan tugasnya sehingga dapat menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara, maka untuk mengatasi hal tersebut diatas presiden republik Indonesia pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan sebuah dekrit yang isinya :
a.       Pembubaran Konstitusnte;
b.      Berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950;
c.       Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Dekrit_Presiden_5_Juli_1959).
Dari dikeluarkanya dekrit presiden ini maka secara tidak langsung dapat kita ketahui bahwa hanya UUD 1945 yang merupakan undang-undang yang cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia. Seperti yang dikatakan Drs. Inu Kencana Syafiie bahwa UUD 1945 adalah undang-undang yang berusaha menjaga persatuan ditengah-tengah kebinekaan bangsa Indonesia karena didalamnya ada bebarapa ketentuan yang membuat kuatnya kekuasaan presiden yang terasa deperlukan dalam kebinekaan untuk menghindari munculnya keseparatisan propinsialisme (Syafii, 1994:38).
Pada tanggal 17 agustus 1959, presiden Soekarno dalam pidato hari kemerdekaan memberikan amanat yang berjudul : “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang kemudian disebut sebagai “Manifesto Politik”. Pidato tersebut oleh DPAS dengan keputusannya No. 3/Kpts/Sd.II/59 diputuskan bahwa “Manifesto Politik Republik Indonesia 17 Agustus 1959 adalah Garis-garis Besar Haluan Negara” (Joeniarto, 2001: 103). Kemudian manifesto politik ini oleh presiden diajukan kepada DPR sebagai garis-garis besar haluan Negara, setelah manifesto politik  disetujui oleh DPR sebagai GBHN maka sistem pemerintahan presiden Soekarno ini berjalan dengan sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang kemudian disebut sebagai sistem pemerintahan Orde Lama.

B.       Latar Belakang Politis
Pemilu dilaksanakan pada tahun 1955, tepatnya pada tanggal 29 September untuk memilih anggota parlemen dan 15 Desember 1955 untuk memilih badan konstitusi. Partai politik yang paling dominan masuk dalam kabinet antara lain; Masyumi, PNI, NU, dan PKI. Pada masa orde lama, keberadaan Nasakom (nasionalisme, agama, komunis) dalam partai politik berpengaruh terhadap jalannya pemerintahan. Apalagi dengan adanya ekstrakonstitusional yaitu membentuk suatu Fron Nasional yang malah dimanfaatkan pihak komunis untuk menebarkan jaringannnya di Indonesia. Semakin lama pihak komunis semakin berkembang karena mendapat posisi yang dominan dalam partai.
Setelah dikeluarkannya dekrit 1959, pada saat itu pula kita mengenal manifesto politik yang dijadikan sebagai pedoman dalam berpolitik terutama politik luar negeri. Sebagaimana yang dirumuskan Poesponegoro dan Notosusanto (1992:340-341) yang menjadi landasan politik luar negeri berdasarkan dokumen-dokumen yang ada, antara lain :
a.         Undang-Undang Dasar 1945
b.         Amanat Presiden  atau panglima tertinggi angkatan perang pada tanggal 17 agustus 1959 yang berjudul “ penemuan kembali revolusi  kita “ dan dikenal sebagai “manifesto politik republic Indonesia “ melalui  ketetapan MPRS No.1/MPRS/1/1960
c.         Amanat presiden tanggal 17 agustus 1960 yang terkenal dengan nama “ jalannya revolusi kita “ yang dijadikan “ pedoman pelaksanaan manifesto politik republic Indonesia “ melalui ketetapan MPRS No.1/MPRS/1960
d.        Pidato presiden tanggal 30 september 1960 dalam siding umum PBB yang berjudul “ To Build The World a New “ yang dengan ketetapan MPRS No.1/MPRS/1960 ditetapkan sebagai pedoman pelaksanaan manifesto politik Republik Indonesia dan dengan keputusan DPA No.2/Kpts/Sd/1961, dinyatakan sebagai “ Garis-Garis Besar Politik luar negeri republic Indonesia “ dan sebagai “ pedoman pelaksanaan manifesto politik republic Indonesia.

C.      Latar belakang Ideologis
Dari awal proklamasi kemerdekaan republik Indonesia dibentuklah suatu dasar Negara yaitu Pancasila yang sekaligus dijadikan ideology Negara. Dapat dikatakan bahwa pancasila dijadikan suatu pandangan atau rakyat Indonesia dalam mencapai cita-cita bangsa maupun dalam menjalankan kehidupannya. Semua itu harus sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Dalam sistem pemerintahan pada masa orde lama ini, terdapat penyelewengan terhadap pancasila yaitu, tergabungnya pihak komunis dalam partai politik, kekuasaan presiden yang cenderung otoriter, dan  keputusan-keputusan yang tidak sesuai dengan UUD 1945.


D.      Latar Belakang Yuridis
Sebagaimana kita ketahui dikeluarkannya dekrit tidak didasarkan pada Undang-undang dasar sementara. Menurut Prof. Mr. Muh. Yamin sebagaimana dikutip Joeniarto (2001:105), dasar dari tindakan  dekrit ialah “Hukum Darurat”. Didalam bukunya : “Pembahasan undang-undang dasar republic indonesia”, antara lain mengungkapkan :

Karena tidak berhasilnya pekerjaan konstituante di kota bandung maka presiden “terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negara proklamasi”, yaitu menetapkan dengan dekrit, bahwa sejak 5 juli 1959: Undang-undang dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. perkataan terpaksa membawa kita kepada pemakaian hukum darurat.

Dapat disimpulkan bahwa dekrit presiden 5 juli 1959 merupakan suatu tindakan darurat yang di dukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Dengan kembali ke UUD 1945 ini maka yang menjadi landasan hokumnya yaitu pancasila dan UUD 1945.




















BAB II
SISTEM KELEMBAGAAN ORDE LAMA

1.         Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Pada masa orde lama MPR masih bersifat sementara atau lebih dikenal dengan MPRS. MPRS terdiri atas Anggota DPR, Utusan Daerah, dan Golongan – Golongan.
MPRS juga mempunyai wewenang, yakni :
a.       Memegang kekuasaan tertinggi dan pelaksanaan kedaulatan rakyat.
b.      Menetapkan Undang  - Undang Dasar
c.       Menetapkan Garis – Garis Besar dari pada Haluan Negara
d.      Mengangkat Presiden Dan Wakil Presiden
e.       Memberikan mandat kepada kepada presiden untuk melaksanakan GBHN
f.       Menarik mandat dari presiden apabila melanggar haluan Negara sebagaimana di tetapkan dalam UUD dan GBHN (Wahjono,1986:31).
2.    Presiden 
Presiden pada masa ini tidak dipilih langsung oleh rakyat. Oleh sebab itu, syarat khususnya hanya orang Indonesia asli. Maka setiap warga akan dapat menjadi kepala asal dapat memenuhi kualifikasi tersebut dalam pandangan lembaga pemegang kekuasaan tertinggi dalam Negara yang berhak mengangkatnya
       Presiden mempunyai wewenang, diantaranya yaitu :
a.       Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945
(Kepala kekuasaan eksekutif dalam Negara)
b.      Menetapkan APBN bersama-sama DPR
c.       Membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR
d.      Menetapkan peraturan pemerintah
e.       Menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa
f.       Memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU serta wewenang presiden yang lain yang diatur dalam UUD 1945 (Wahjono,1986:31-32).
3.     Dewan Perwakilan Rakyat
Setelah dibubarkan DPR yang dipilih melalui Pemilu tahun 1955, pada masa orde lama ini berganti nama menjadi DPR-GR. Tugas dan wewenang  DPR-GR ini sudah diatur dalam UUD 1945, antara lain :
a.       Bersama presiden membentuk undang-undang
b.      Mengawasi tindakan presiden dalam rangka pelaksanaan haluan Negara
c.       Menetapkan undang-undang APBN bersama presiden
d.      Berhak mengajukan rancangan undang-undang
e.       Meminta hasil pemeriksaan BPK (Wahjono, 1986:32).
4.    Dewan Pertimbangan Agung
Untuk melaksanakan dekrit 5 juli 1959, maka dibentuklah Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Berdasar Undang-undang Nomor 3 tahun 1967, tugas dewan pertimbangan agung ialah :
a.       Berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan presiden
b.       Berhak mengajukan usul dan berkewajiban mengajukan pertimbangan kepada presiden (Joeniarto, 2001:126)
5.    Badan Pemeriksa Keuangan

A.      Hubungan Antar Lembaga Negara pada masa Orde Lama
Wahjono (1986:33-34) merumuskan beberapa prinsip yang menunjukan hubungan antar lembaga-lembaga tinggi Negara, yaitu :
1.         Presiden adalah mandataris MPR
2.         Presiden bekerja sama dengan DPR
3.         Presiden meminta pertimbangan kepada DPA
4.         DPR mengawasi Pemerintah dalam pelaksanaan haluan Negara
5.         DPR adalah bagian dari MPR
6.         DPR mendapat hasil pemeriksaan BPK terhadap pelaksanaan APBN
7.         BPK bukan badan yang diatas pemerintah
8.         Mahkamah agung ialah kekuasaan yang merdeka yang terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya.
Pada masa orde lama ini, hubungan antar lembaga Negara dapat dikatakan kurang harmonis. Hal ini dapat dibuktikan dengan dibubarkannya DPR oleh presiden akibat tidak menyetujui kebijakan APBN.

B.       Efektifitas Pelaksanaan Pemerintahan Orde Lama
Mengenai pembahasan tentang efektifitas dalam pelaksanaan pemerintahan pada masa orde lama maka hal ini terkait dengan mekanisme penyelenggaraan Negara pada masa orde lama. Dalam penyelenggaraan Negara pada masa orde lama pemerintah seringkali dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan undang-undang dasar 1945. Hal ini dibuktikan dengan beberapa tindakan seperti dibubarkannnya DPR oleh presiden. Selain itu juga terjadi dualism jabatan dimana ir. Soekarno selain menjabat sebagai seorang presiden, beliau juga menjabat sebagai ketua DPAS yang telah dibentuk presiden berdasarkan penetapan presiden No. 3 tahun 1959.
Pada masa pemerintahan orde lama ini dalam pelaksanaan pembentukan anggota DPR juga tidak sesuai dengan UUD 1945. Karena dalam pembentukan anggota DPR tidaklah dengan melalui pemilu akan tetapi masih berdasarkan penunjukan presiden.
Jika melihat dari bebrapa permasalahan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pemerintahan pada masa orde lama tidaklah efektif sebab masih banyak penyelewengan terhadap UUD 1945 dan masih banyaknya perubahan dalam susunan kelembagaan Negara.






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem pemerintahan di Indonesia telah banyak mengalami perubahan dari masa kolonial sampai masa reformasi. Dalam sistem pemerintahan orde lama memiliki sejarah yang menyatakan untuk kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dapat disimpulkan bahwa alat kelengkapan negaranya atau lebih dikenal saat ini adalah lembaga-lembaga negaranya tidak berbeda jauh dari UUD RI yang terdiri dari MPR, Presiden, DPR, DPA, BPK, dan MA. Dalam kelembagaan tersebut, antarlembaga saling berhubungan satu dengan lain. Dalam pelaksanaan pemerintahan pada masa orde lama ini juga dapat dikategorikan tidak efektif karena masih banyak penyelewengan terhadap UUD 1945 dan Perubahan dalam susunan kelembagaan Negara.

0 komentar:

By :
Free Blog Templates